Pelanggaran Berulang Lili Pintauli dan Macan Kertas Dewas KPK

CNN Indonesia
Rabu, 20 Apr 2022 07:20 WIB
MAKI menyebut Lili bermuka tebal karena berulang melanggar kode etik. Sementara IM57+ menegaskan perilaku Lili telah menelanjangi lembaga KPK.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (kiri). (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Ketua Indonesia Memanggil atau IM57+ Institute, M. Praswad Nugraha menilai kasus Lili Pintauli tak bisa dianggap sebagai pelanggaran kode etik biasa. Sebab, dugaan pelanggaran oleh Lili telah terjadi secara berulang.

Selain kasus Tanjung Balai dan gratifikasi MotoGP, Lili juga sempat dilaporkan dalam kasus Labuhanbatu Utara pada Oktober 2021. Ia dilaporkan oleh mantan penyidik senior Novel Baswedan karena diduga berkomunikasi dengan kontestan Pilkada Darno.

Ia diminta untuk segera mengeksekusi tersangka Khairuddin Syah selaku Bupati petahana sebelum Pilkada serentak 2020.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lili juga menyampaikan pernyataan bohong saat membantah telah berkomunikasi dengan Syahrial. Padahal, hasil putusan Dewas belakangan menyatakan ia terbukti berkomunikasi dengan yang bersangkutan.

"Sudah bentuknya berulang, sepertinya enggak ada efek jera," kata Praswad kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/4).

Dia heran, pimpinan KPK kini tak lagi memiliki budaya malu. Padahal, dalam kasus yang terakhir, Lili diduga telah melakukan delik pidana berupa tindakan gratifikasi dengan menerima tiket dan fasilitas hotel MotoGP. Menurut Praswad, Lili bukan hanya harus mundur, bahkan harus dipidana oleh KPK.

Dewas, kata Praswad, harus melihat kasus Lili sebagai pelanggaran etik yang luar biasa. Pertama, karena pelanggaran itu dilakukan oleh pimpinan, dan dilakukan secara berulang. Praswad khawatir, perilaku Lili ke depan akan menciptakan preseden buruk di lingkungan komisi antirasuah, bahkan menjadi budaya yang bisa ditiru oleh bawahan.

"Teman-teman pegawai di lapangan, akan melihat itu sebagai sesuatu yang patut dicontoh. Apa kami enggak boleh melakukan itu, besok terima tiket, fasilitas hotel, uang, nantinya lama-lama mobil, itu menjadi hal wajar. Karena apa, itu dicontohkan oleh pimpinannya," kata dia.

Serupa dengan Feri, Praswad juga mendorong evaluasi terhadap keberadaan Dewas. Menurut dia, kinerja buruk Dewas telah menjadi rahasia umum karena terkesan permisif pada pelanggaran yang dilakukan pimpinan. Menurut dia, hal itu berbanding terbalik dengan pemberhentian 75 pegawai yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Pegawai KPK bisa dipecat, penyidik senior bisa dipecat begitu saja, tanpa ada basa-basi, sidang kode etik. Sementara yang sudah jelas-jelas nyata terbukti bersalah, pelanggaran berulang-ulang, dia oke-oke aja," katanya.

Saat dikonfirmasi terkait tiket MotoGP untuk Lili, Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris menolak tudingan yang menyebut pihaknya melindungi atau menutup-nutupi dugaan pelanggaran etik tersebut.

"Dewas berharap kepada pihak-pihak terkait, termasuk Pertamina dan anak perusahaannya, bisa bekerja sama dan koperatif, yakni dengan memberikan keterangan secara benar dan jujur mengenai informasi yang mereka ketahui," ujar Anggota Dewas, Syamsuddin Haris, kepada wartawan, Senin (18/4).

Syamsuddin memastikan Dewas akan menjalani tugas secara transparan dan profesional. Ini sekaligus menjawab permintaan Menkopolhukam Mahfud MD yang merespons laporan Amerika Serikat untuk HAM di Indonesia tahun 2021, satu di antaranya terkait penegakan terhadap pelanggaran etik Lili.

"Tidak ada yang ditutup-tutupi. Dewas masih dalam tahap pengumpulan informasi, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui dan memiliki informasi tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh ibu LPS [Lili Pintauli Siregar]," kata Syamsuddin.

Lili sendiri, hingga saat ini masih bungkam dari media atas dugaan gratifikasi tiket MotoGP Mandalika.

(thr/ain)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER