Guyon Sopir Merak Mengenang PSBB, Penghasilan Sopir Babak Belur

CNN Indonesia
Kamis, 21 Apr 2022 10:02 WIB
Angga, sopir bus Merak-Jakarta sudah tiga kali tak membawa busnya mengaspal lantaran sepi penumpang. Ia pun terpaksa bermalam di Terminal Kampung Rambutan.
Angga, sopir bus jurusan Merak-Jakarta sudah tiga kali tak membawa busnya mengaspal lantaran sepi penumpang. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Angga menyetel musik dangdut koplo keras-keras selagi menunggu malam. Gawainya dicolok ke kabel penghubung pengeras suara bus.

Ia berselonjor di kursi depan, sesekali kepalanya naik turun mengikuti irama hentakan gendang. Jarum jam menunjukkan pukul 16.14 WIB saat itu.

Tiga orang rekannya--yang duduk di sebelah dan belakang-- melakukan aktivitas tak jauh berbeda. Di samping bus mereka, berjejer bus lainnya yang tak terisi penumpang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nanti insyaallah berangkat jam delapan," kata Angga kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/4). Bus belum terisi satu orang penumpang pun.

Angga adalah seorang sopir bus jurusan Kampung Rambutan-Merak. Tiga orang rekannya itu, adalah sopir dan kenek bus lain, dengan rute serupa. Mereka tengah beristirahat sambil menunggu waktu berangkat, sore itu.

Sudah tiga hari Angga tidak melakukan perjalanan ke Merak. Ia hanya makan dan tidur di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, tempat busnya mangkal. Makan di warung-warung sekitar terminal, tidur di dalam bus. Mengemudi sesekali.

"Sudah tiga hari kita gugur," kata Angga.

Sehari-hari, Angga membawa bus ekonomi yang berkapasitas 50-60 orang penumpang. Ia bekerja dengan sistem setoran ke PO Bus. Berangkat dari Merak ke Jakarta, ia harus menyetor uang setelah kembali lagi ke Merak.

Supaya tak nombok dan menutup operasional, minimal ia harus membawa 20 penumpang sekali jalan. Adapun tiket untuk satu orang penumpang sekitar Rp50 ribu.

"Kalau penumpang dikit, kitanya enggak nutup buat setoran. Minimal 20 orang baru bisa jalan," katanya.

Jika penumpang yang berangkat tak sampai 20 orang, ia akan mengoper penumpang dari busnya ke bus lain. Di jalanan, hal itu dikenal dengan istilah jual mbek (kambing). Dalam tiga hari ini, hal itu yang dilakukan Angga.

"Kita jalan bareng, kompromi. Siapa ni yang mau berangkat, yang pengen berangkat yaudah oper penumpang," katanya.

"Bukannya kita enggak mau berangkat. Saya juga rumah di Merak, pengen pulang lah. Berhubung keadaan dan kondisi tidak memungkinkan ya apa boleh buat," ujarnya menambahkan.



Pandemi Covid-19 dan Harapan Tahun Ini

Angga bercerita sebelum pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, ia bisa dua kali bolak-balik Merak-Kampung Rambutan, setiap harinya. Penumpang yang dibawa, bisa 30-40 setiap trip. Namun, tiga tahun belakangan, jalan sekali saja sulit.

"Start subuh ibaratnya dari Merak, kuat lah dua kali PP itu. Setelah ada corona ini kadang satu kali PP sehari. Merak ke sini, balik lagi ke Merak, kadang sehari nyampe sini (Kampung Rambutan) doang," katanya.

Kondisi diperparah dengan kebijakan pemerintah yang melarang mudik selama dua tahun belakangan. Padahal, kata Angga, waktu mudik adalah yang ditunggu oleh para sopir.

Di kalangan sopir, bahkan, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang menjadi salah satu cara pemerintah memutus rantai penyebaran Covid-19 memiliki kepanjangan yang berbeda.

"PSBB, Penghasilan Sopir Babak Belur," kata pria berusia 27 tahun ini.



Berlanjut ke halaman berikutnya...

Tancap Gas saat Hari Lebaran

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER