Diretas Jelang Demo, Bivitri Bicara soal Upaya Pembungkaman Sipil

CNN Indonesia
Jumat, 22 Apr 2022 13:38 WIB
Bivitri Susanti meminta pemerintah segera menindak tegas praktik-praktik pelanggaran HAM, seperti doxing dan peretasan sebagaimana yang dia alami saat ini. Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia --

Pakar Hukum sekaligus Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti meminta pemerintah segera menindak tegas praktik-praktik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), seperti doxing dan peretasan sebagaimana yang dia alami saat ini.

Menurut Bivitri, kedua praktik tersebut adalah pelanggaran HAM atas perlindungan data pribadi.

Dikutahui, akun WhatsAp pdan Instagram-nya diretas pada Rabu (20/4), satu hari sebelum demonstrasi mahasiswa digelar di kawasan Patung Kuda dan Gedung DPR. Salah satu tuntutan demo itu mahasiswa mendesak pemerintah segera menurunkan harga kebutuhan pokok dan mengatasi ketimpangan ekonomi.

"Ini sudah melanggar HAM. Hak atas informasi, data pribadi itu kan HAM. Harus ada upaya serius dari negara untuk menghilangkan praktik seperti ini," kata Bivitri kepada CNNIndonesia.com, Jumat (22/4).

Bivitri menyebut praktik peretasan dan doxing kerap terjadi menjelang demonstrasi terhadap pemerintah. Bahkan peretasan itu sudah menjadi pola.

Koalisi Masyarakat Sipil, kata Bivitri, menggolongkan praktik ini ke dalam tiga upaya pembungkaman sipil.

"Pertama, hal hal yang sifatnya fisik, seperti ditangkap di lapangan. Kedua, pakai hukum. Jadi judicial harrasment itu yang dialami oleh Haris dan Fatia, teman-teman ICW. Mereka menggunakan sistem hukum untuk membungkam orang-orang yang selalu kritis," jelas dia.

"Nah yang ketiga itu yang menggunakan akun sosmed, internet," imbuhnya.

Kasus peretasan yang menimpanya masuk pada golongan ketiga.

Foto: Arsip Istimewa
Tangkapan layar akun Instagram akademisi Bivitri Susanti yang diretas.

Bivitri mengaku kerap membuat tulisan terkait kritik kebijakan dan sikap pemerintah di sejumlah media. Ia juga sering berkomunikasi dengan mahasiswa terkait itu.

Menurutnya, peretasan itu juga tendensius, bukan sebagaimana umumnya. Sebab, pada salah satu unggahan yang dibuat oleh peretas menyinggung soal demonstrasi mahasiswa.

"Ada dua itu [unggahan], saya minta bubarkan FPI gitu gitu. Terus sama yang 'ngapain sih mahasiswa demo', yang tidak mungkin sekali saya ngomong. Justru mungkin karena itu saya diretas, karena banyak ngomong sama mahasiswa," ujar dia.

"Saya juga sudah lama aktif suka nulis kolom juga yang isinya kritik. Jadi mungkin itu menimbang juga [untuk diretas]," imbuhnya.

Selain tendensius, ia juga menilai peretasan itu bukan main-main. Sebab, pada salah satu unggahannya, konten yang disajikan berbentuk infografis.

"Jadi saya kira memang niatnya untuk meretas, bahkan yang WA itu bukan yang minta transfer tapi untuk politik. Kelihatanlah dari infografis yang serius sekali," ucapnya.

Bivitri tak ingin menuduh siapa pun atau menduga-duga pelaku yang meretas kedua akunnya. Terlepas dari itu, ia ingin praktik upaya pembungkaman sipil itu ditindaklanjuti.

"Menurut saya ini bukan sekadar laporan yang harus ditindaklanjuti oleh polisi, tidak ada laporan pun seharusnya negara melalui penegak hukum secara serius melarang siapa pun ini," ucap dia.

"Saya tidak berani nuduh juga [yang meretas], apakah badannya terkait dengan negara atau sekadar orang yang tidak suka orang demo, itu harus dibongkar, dihentikan," ucap dia.

(yla/gil)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK