Sakit Hati Warga soal Kasus Minyak Goreng: Teganya ke Rakyat Kecil
Kelangkaan minyak goreng disusul harga yang meroket menjadi beban bagi masyarakat kecil. Teranyar persoalan hukum muncul ke permukaan usai Kejaksaan Agung menetapkan tersangka terkait izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng mentah.
Munculnya nama Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana bersama tiga nama lain sebagai tersangka menimbulkan kekecewaan di hati masyarakat.
CNNIndonesia.com mewawancarai sejumlah warga yang selama ini jelas terdampak pada kelangkaan minyak goreng sebagai salah satu bahan pokok.
Sutisna, Pengemudi Ojek Pengkolan
Penetapan tersangka ini ditanggapi oleh Sutisna (56), seorang ojek pengkolan yang terkejut karena dalang dari permasalahan minyak goreng merupakan bagian dari pemerintah itu sendiri. Dia mengaku kecewa dan sakit hati atas kebenaran ini.
"(Sakit hati) udah pastilah. Rakyat lagi susah," tutur Sutisna kepada CNNIndonesia.com, Kamis (21/4).
Menurutnya, para tersangka layak untuk dihukum seberat-beratnya. Sutisna menilai mereka menguntungkan diri sendiri di tengah kesengsaraan rakyat. Sutisna merasa para tersangka bahkan layak ditimpuk batu oleh rakyat.
"Dihukum di Monas di tengah lapangan ditimpukin sama rakyat gak apa-apa yang begitu, pake batu kerikil ditimpukin sama rakyat semuanya. Menyusahkan rakyat," jelas Sutisna.
Sutisna juga heran peran polisi yang kecolongan dalam pengungkapan kasus ini. Ia rasa tak mungkin kepolisian tidak tahu menahu perihal ini.
Bapak tiga orang anak ini juga bercerita betapa sulitnya mencari uang di zaman sekarang. Dapat uang tak seberapa lalu habis untuk membeli minyak goreng yang memang jadi kebutuhan.
Bagus, Pemilik Warteg
Kekecewaan serupa juga diungkapkan Bagus (35), pemilik Warung Tegal (Warteg) di daerah Penggilingan, Jakarta Timur. Menurutnya, rakyat membutuhkan harga yang murah bukan malah dipersulit pemerintah.
"Yang jelas harus ditindaklanjuti ya masalahnya ini kan buat rakyat. Yang jelas harus ditindaklanjuti, ditindas," ujar Bagus.
Kenaikan minyak merupakan pukulan keras untuk usahanya. Ia mau tak mau menerima keuntungan yang makin menipis karena tak menaikkan harga jual.
Semenjak harga minyak goreng melejit, Bagus bahkan tak lagi sanggup menjajakan gorengan di Warteg miliknya. Alasannya karena pengeluaran dari minyak goreng sebagai salah satu bahan baku utamanya lebih besar dari uang yang dihasilkan dari penjualan gorengan itu sendiri.
"Lah gorengan kita jual seribu, buat minyaknya aja gak nutup," terang dia.
Ati, Pedagang Gorengan
Kenaikan harga minyak juga sangat terasa oleh Ati (38), pedagang gorengan di dekat Pasar Simpang, Penggilingan. Pasalnya Ati harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli minyak goreng.
Sebagai rakyat kecil, kata Ati, dirinya tak tahu menahu perihal hal ini. Ati juga tak tahu harus berbuat apa karena minyak goreng jelas merupakan kebutuhan utama untuk usahanya.
Terlebih kekecewaan mesti ditelannya melihat kebenaran di balik minyak goreng yang terungkap belum lama ini.
"Ya yang penting sih kita seadil-adilnya aja dah. Khusus sekarang masalah minyak itu yang kena imbas kan orang-orang kayak kita," ucap Ati.
Ibu dua anak ini mengaku masih bisa menyisihkan uang untuk ditabung kala harga minyak masih murah. Namun, kini Ati mengalami kesulitan menyimpan uang seperti yang dulu. Adapun keuntungan dari hasil berjualan gorengan yang didapat saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar saja.
"Repot sekarang mah, kadang muter buat bertahan hidup cuma sehari habis buat makan dan jajan," keluh Ati.
Klik untuk suara rakyat berikutnya