Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membatasi akses masuk hewan ternak dari daerah endemik penyakit mulut dan kuku (PMK).
Kepala Dinas Pertanian DIY Sugeng Purwanto mengatakan hingga hari ini masih nihil laporan kasus hewan ternak terinfeksi PMK di seluruh kabupaten/kota se-DIY.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pastinya untuk DIY masih zero (kasus). Suspek juga belum ada," kata Sugeng saat dihubungi, Jumat (13/5).
Demi menjaga wilayah DIY steril dari penyebaran PMK ini, Sugeng mengatakan pihaknya bersama kepolisian atau instansi vertikal terkait dan jajaran kabupaten/kota kini mengawasi lalu lintas pengiriman hewan ternak.
Langkah ini, menurut Sugeng, masih akan menjadi fokus utama jajarannya. Mengingat kebutuhan konsumsi daging wilayah DIY, sekitar 50 persen di antaranya dipenuhi dari daerah lain.
"Kami betul-betul tidak akan memasukkan hewan dari wilayah-wilayah yang sudah di-lockdown. Wilayah yang betul-betul merah atau hitam (penyebaran PMK). Beberapa wilayah di Jawa Timur, Jawa Tengah dan lain-lain," tegas Sugeng.
Kendaraan pengangkut hewan ternak dari daerah hitam penyebaran PMK bakal langsung diminta putar balik oleh petugas pos pengecekan. Sedangkan mereka yang tiba dari daerah hijau tetap akan menjalani pemeriksaan.
Pemeriksaan meliputi pengecekan kepemilikan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari balai veteriner setempat, lalu riwayat asal hewan ternak beserta jumlahnya.
"Seandainya ada yang tidak klir ya kita antisipasi ya kita tolak. Apalagi kalau dari daerah hitam yang nanti segera ada daftarnya," bebernya.
Langkah-langkah diperkuat dengan penerbitan Surat Edaran (SE) Gubernur DIY terkait kewaspadaan PMK yang rencananya terbit dan disosialisasikan segera.
Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) antisipasi PMK, menurut Sugeng, juga tengah dibentuk. Fungsinya, memantau langsung ke pasar-pasar hewan sebagai antisipasi kemungkinan kecolongan di pintu masuk lalu lintas ternak.
"Seandainya kita kecolongan, ada hewan yang terindikasi membawa virus ya segera kita amankan. Minimal tidak dijual, dikeluarkan dari pasar. Kalau itu milik masyarakat setempat ya langsung isolasi," urainya.
Lihat Juga : |
Sugeng berujar, tim ini rencananya turut melakukan pemeriksaan kesehatan hewan ternak melalui metode sampling di kabupaten/kota. Namun, diakuinya, butuh biaya yang tidak sedikit termasuk untuk fasilitasi karantina 14 hari kepada ternak yang dicurigai terinfeksi PMK.
"Biayanya mahal, per ekor bisa sampai Rp500 ribu. Artinya nanti yang seperti itu dibebankan pada pedagang, pembawa ternak. Kemampuan itu yang masih jadi pemikiran kita. Karena kalau Rp500 ribu per ekor sama aja orang nggak untung," imbuh Sugeng.
Dia mengimbau kepada masyarakat yang memiliki ternak bergejala terpapar PMK untuk lekas melapor ke dinas pertanian setempat guna dilakukan pengecekan kesehatan hingga isolasi manakala diperlukan.
Seiring dengan mewabahnya PMK di berbagai daerah, Sugeng menyebut belum ada penurunan angka pengiriman hewan ternak ke wilayah DIY secara signifikan.
"Sementara belum ada angka pengurangan yang drastis. Tapi, dengan indikasi ini otomatis pengadaan-pengadaan ternak seperti untuk kegiatan kami (dinas) itu akan kami setop dulu, tidak selancar kemarin. Tentunya pasti ada pengurangan," ujarnya.
![]() |