Masdalina menyebut setidaknya ada empat indikator yang menunjukkan laju kasus Covid-19 di Indonesia saat ini sudah mulai terkendali.
Pertama, kenaikan kasus kurang dari 20 per 100 ribu penduduk dalam delapan minggu terakhir. Kedua, positivity rate kurang dari 5 persen dalam tujuh minggu terakhir.
Ketiga, kenaikan angka kematian kurang dari satu kasus per 100 ribu penduduk, lalu terakhir tingkat ketersediaan rawat inap yang rendah saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kematian kurang dari 1/100 ribu penduduk sudah tercapai sejak awal karena covid ini memang tidak virulen (ganas), tetapi kita pernah sangat tinggi sekali pada bulan Juli-Agustus 2021 karena delta," katanya.
Di sisi lain, Masdalina meyakini laju atau penambahan kasus Covid-19 di Indonesia hingga akhir 2022 mendatang akan relatif terkendali.
Dia menjelaskan lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia sebetulnya bukan disebabkan oleh mobilitas masyarakat. Menurut Masdalina, ketimbang mobilitas, kenaikan kasus lebih banyak dipengaruhi kemunculan varian baru Covid-19.
Karena itu menurut dia, selagi tak ada kemunculan varian baru, ia meyakini Indonesia akan memulai new normal pada awal 2023 mendatang.
"Mobilisasi dapat menyebarkan penyakit tapi tidak head to head langsung meningkat/menurunkan jumlah kasus," kata dia.
"Sepanjang tidak ada VoC baru saya optimis kita masuk kondisi normal," tambah Masdalina.
Hal serupa juga disampaikan epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Dia memperkirakan Indonesia akan keluar dari status pandemi paling cepat akhir 2022 atau awal 2023.
Perkiraan Dicky disertai persyaratan apabila kondisi pandemi pada satu per tiga negara di dunia sudah terkendali. Syarat lain adalah cakupan vaksinasi pada 70 persen penduduk setiap negara sudah tercapai, dan tidak ada varian baru.
"Itu syarat yang harus dikejar, termasuk tidak ada varian baru yang mematikan atau bisa memperburuk efikasi," kata dia.