DKI Fokus Mitigasi Penyebaran PMK Hewan, Waspada Hepatitis Misterius

CNN Indonesia
Kamis, 19 Mei 2022 02:06 WIB
Pemprov DKI Jakarta mengantisipasi penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak dan mewaspadai kasus hepatitis akut misterius.
Ilustrasi hepatitis akut misterius. (iStockphoto/relif)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemprov DKI Jakarta menyiapkan sejumlah upaya untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak di Ibu Kota. Namun demikian Pemprov di bawah pimpinan Anies Baswedan itu belum fokus terkait hepatitis akut misterius.

Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati mengatakan langkah pencegahan ini penting dilakukan meskipun wabah tersebut tidak menular kepada manusia (zoonosis). Tujuannya, agar dapat mengurangi resiko kematian yang tinggi pada hewan ternak muda dan anakan.

"PMK tidak bersifat zoonosis, namun tingkat penularan pada hewan sangat tinggi mencapai 90-100 persen dan tingkat kematian tinggi pada ternak muda atau anakan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (18/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eli menjelaskan dengan tingkat penularan dan resiko kematian yang tinggi, penyakit tersebut sangat mungkin akan berdampak pada menurunnya produksi daging potong. Apalagi pada hewan ternak berkuku belah, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi.

Penurunan produksi daging potong tersebut juga dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian yang besar, baik dari sisi konsumen maupun produsen daging. Oleh karenanya, kata dia, pelbagai mitigasi itu menjadi mutlak untuk dilakukan.

"Penyakit dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar akibat menurunnya produksi dan menjadi hambatan dalam perdagangan hewan dan produknya," ujarnya.

Di sisi lain, Eli juga memastikan apabila daging maupun susu dari hewan yang terjangkit PMK masih aman untuk dikonsumsi asalkan dimasak dengan benar.

Ia menjelaskan, penularan penyakit itu terjadi melalui tiga cara, yakni kontak langsung dengan hewan tertular; kontak tidak langsung melalui tubuh manusia, alat maupun sarana transportasi yang terkontaminasi wabah PMK; serta penyebaran melalui udara.

"Daging dan susu tetap aman dikonsumsi selama dimasak dengan benar," imbuhnya.

Lebih lanjut, Eli mengatakan langkah pertama yang dilakukan pihaknya adalah dengan melaksanakan rapat koordinasi lintas sektoral mulai dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, hingga Polda Metro Jaya.

"(Juga) OPD (organisasi perangkat daerah) terkait, Perumda Dharma Jaya, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang DKI Jakarta, untuk peningkatan kewaspadaan dini dan mitigasi risiko PMK," jelasnya.

Kedua, pihaknya juga mengeluarkan surat edaran tentang kewaspadaan PMK. Ketiga, DKPKP melakukan sosialisasi, komunikasi, informasi, dan edukasi kepada peternak dan stakeholders lainnya, termasuk kepada jajaran Dinas KPKP.

Keempat, menyusun standar operasional prosedur (SOP terkait pencegahan dan pengendalian PMK. Kelima menyusun tim pengawasan dan tim respons cepat.

Keenam, pihaknya juga akan melaksanakan pengawasan pemasukan serta pemeriksaan kesehatan hewan di sentra-sentra ternak dan Rumah Potong Hewan (RPH). Selanjutnya, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan publikasi informasi PMK melalui media sosial DKPKP.

"Terakhir, petugas Dinas KPKP melakukan pengawasan dan pemeriksaan kesehatan hewan di lima wilayah kota setiap hari pada tempat penampungan dan pemotongan hewan," jelasnya.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku masih belum ada laporan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di DKI Jakarta hingga saat ini.

Belum Fokus Kasus Hepatitis Akut Misterius

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum berencana menghentikan aktivitas Pembelajaran Tatap Muka (PTM) bagi para siswa di tengah temuan penyebaran hepatitis misterius di Ibu Kota.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi DKI Lies Dwi Oktavia tidak menampik bahwasanya saat ini memang ada beberapa kasus yang diduga mengidap penyakit hepatitis misterius.

Hanya saja, kata dia, jumlahnya belum begitu mengkhawatirkan. Sehingga menurutnya masih belum diperlukan adanya perubahan dari sistem PTM kembali menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

"Untuk mengalihkan kembali PTM ke PJJ belum tepat. Karena kalau kita lihat perkembangan kasus secara umum, oke ada, tapi belum sampai begitu perlu untuk mengembalikan ke PJJ," ujarnya kepada wartawan, Rabu (18/5).

Lies menjelaskan pada prinsipnya yang langkah pencegahan untuk penyakit hepatitis misterius ini masih sama seperti penyakit menular lainnya. Khususnya pencegahan untuk penyakit menular yang melalui saluran cerna seperti diare dan Hepatitis umumnya.

Oleh sebab itu, kata dia, yang diperlukan saat ini adalah pengkampanyean pola hidup bersih dan sehat secara masif bagi masyarakat.

"Artinya edukasi publiknya adalah menjaga kesehatan dalam konteks mencegah penularan lewat saluran cerna, pencegahan penyakit lewat saluran pernapasan. Dengan cara pola hidup bersih dan sehat," tuturnya.

Ia lantas mengimbau agar seluruh masyarakat dapat menerapkan gaya hidup dan tingkah laku yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan mengolah makanan dengan sempurna, mencuci tangan, hingga penerapan protokol kesehatan lainnya.

"Itu secara umum sekaligus bisa mengurangi tipes, diare dan untuk penyakit yang lain seperti itu," ujarnya.

"Saat ini masih harus menjaga prokes, karena tadi masih misterius, masih berbagai dugaan. Jadi sama-sama pola hidup bersih dan sehat yang ditingkatkan," pungkasnya.

Diketahui, per Selasa (17/5), Kementerian Kesehatan mencatat total ada 14 kasus hepatitis akut misterius di Indonesia. Dari total kasus tersebut, Kemenkes menjelaskan, sebanyak 13 kasus berstatus pending dan satu berstatus probable.

(tfq/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER