Anggota TNI AD Kolonel Inf Priyanto memerintahkan anak buahnya untuk membuang Handi Saputra dan Salsabila ke Sungai Serayu di daerah Banyumas, Jawa Tengah. Dia membantah telah menculik sejoli itu dalam kasus dugaan pembunuhan berencana.
Kuasa hukum Priyanto, Lettu Chk Feri Arsandi membeberkan kronologi kecelakaan tersebut. Menurut Feri, setelah Handi dan Salsa tertabrak, tubuh mereka diangkut menggunakan mobil.
Priyanto mulanya mengatakan Handi dan Salsa akan dibawa ke UGD. Namun, dalam perjalanan ia tidak berhenti di fasilitas layanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada bawahannya, Priyanto mengatakan akan membuang Handi dan Salsa ke sungai. Ia juga meminta bawahannya mengikuti arahannya dan tidak cengeng.
"Ikuti perintah saya! Kita lanjut saja dan kamu jangan cengeng, nanti kita buang saja mayatnya," kata Feri menirukan Kolonel Priyanto.
Feri mengatakan saat itu mobil Isuzu Pather warna hitam dikemudikan Kopda Andreas Dwi Atmoko. Mobil tersebut kemudian bertabrakan dengan Suzuki Satria yang ditunggangi Handi dan Salsa.
"Terdakwa sama sekali tidak mengetahui adanya peristiwa kecelakaan...saat kejadian terdakwa sedang tidur. Terdakwa baru terbangun setelah terjadinya kecelakaan," kata Feri.
Menurut Feri, kliennya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum atas kecelakaan tersebut. Sebab, saat itu Priyanto sedang tidur.
Feri juga menyebut kliennya tidak bisa dituntut melakukan pembunuhan berencana. Sebab, Priyanto dan bawahannya meyakini sejoli itu sudah meninggal saat diangkat ke dalam mobil.
Sementara, pembuangan Handi dan Salsa ke sungai Serayu di Banyumas, Jawa Tengah dilakukan pada malam harinya.
"Maka secara hukum terdakwa yang pada saat kejadian hanyalah penumpang mobil tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," kata Feri.
Feri mengatakan dugaan penculikan menjadi dakwaan kedua alternatif pertama Oditur Militer (Jaksa). Priyanto didakwa Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP ke-1.
Menurut Feri, istilah penculikan berasal dari kata culik yang berarti membawa seseorang dari domisili atau tempat tinggal sementara.
Selain itu, mengutip salah satu buku pidana, menculik berarti menempatkan seseorang di bawah kekuasaan dan melawan hukum.
"Untuk menempatkan orang tersebut dalam keadaan tidak berdaya," kata Feri saat membacakan duplik di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur, Selasa (24/5).
Sementara itu, kata Feri, dalam perkara ini Priyanto dan dua bawahannya meyakini Handi dan Salsa telah meninggal akibat kecelakaan. Menurutnya, kliennya tak pernah berniat menculik seseorang sebagaimana dakwaan Oditur Militer.
"Dalam perkara in casu telah terungkap fakta bahwa dari awal terdakwa baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak pernah memiliki niat atau motif atau tujuan untuk melarikan atau menculik orang," ujarnya.
Sementara itu, hasil visum et repertum di RSUD Margono, Banyumas menemukan pasir halus di tenggorokan dan paru-paru Handi. Hal ini disebut sebagai tanda bahwa Handi tidak sadar dan meninggal akibat tenggelam.
Sebelumnya, Oditur Militer menuntut Kolonel Priyanto dipenjara seumur hidup. Selain itu, ia juga dituntut pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas TNI.
Priyanto didakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, dia didakwa subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dan dakwaan subsider kedua Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
(pmg)