Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah merampungkan penyidikan dalam kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Paniai, Papua yang terjadi pada Desember 2014 silam.
Penyidik juga telah melaksanakan pelimpahan dan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (Tahap II) untuk tersangka dari TNI dengan inisial IS.
Pelimpahan tersebut dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik dari Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kepada Kejaksaan Negeri Biak Numfor pada Selasa (24/5) pagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahap II dilaksanakan secara virtual pada pukul 09:00 WIB, dimana Tersangka didampingi oleh Penasihat Hukumnya dilakukan pemeriksaan di kantor Kejaksaan Negeri Biak Numfor," ujar Kapuspenkum Kejagung RI Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/5).
Lewat pelimpahan tersebut artinya Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menyusun surat dakwaan untuk kemudian nanti melimpahkannya lagi ke pengadilan sehingga kasus akan segera disidang.
Ketut mengatakan, pihaknya juga turut menyertakan barang bukti yang digunakan tersangka dalam kasus ini. Menurutnya, pemeriksaan barang bukti juga telah dilakukan di Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan IS sebagai tersangka dalam kasus Paniai Berdarah yang terjadi pada tahun 2014. Ketut mengatakan, saat itu IS menjabat sebagai perwira penghubung di Komando Distrik Militer (Kodim) wilayah Paniai.
"Peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan," ucap dia.
Dalam kasus itu, kata Ketut, tak ada upaya mencegah atau menghentikan perbuatan pasukan hingga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Ketut tak merincikan lebih lanjut mengenai pasukan yang dimaksud oleh dirinya.
"Akibat kejadian tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban yakni empat orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka," kata dia.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal berlapis yakni Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 9 huruf a jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Kemudian, Pasal 40 jo. Pasal 9 huruf h jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Diketahui, Paniai berdarah merupakan insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014. Kala itu, warga sipil tengah melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.
Dalam peristiwa itu, empat pelajar tewas di tempat usai ditembak oleh pasukan gabungan militer. Sementara, satu orang lain tewas usai mendapat perawatan di rumah sakit beberapa bulan kemudian.