Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Taufan Damanik mengungkap jalan terjal Tragedi Paniai Berdarah untuk bisa sampai ke tahap persidangan.
Taufan berkata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) pernah menolak untuk menaikkan kasus pelanggaran HAM berat ini ke persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, Kejagung akhirnya menetapkan IS sebagai tersangka dalam kasus Paniai Berdarah. Kasus ini akan segera disidangkan di Makassar.
"Kesimpulan Komnas HAM di periode kami ini, kami selalu tidak sependapat, argumentasi mengatakan bahwa saksi, bukti kurang, kita tidak yakin," kata Ahmad Taufan Damanik kepada wartawan di kawasan Menteng, Senin (30/5).
"Argumentasi Jampidsus yang sebelumnya mengatakan ini tidak bisa dan sebagainya, kan dibantah sendiri, karena bisa ternyata penyidikan dan dalam waktu dekat akan ada penuntutan untuk dilakukan sidang di Makassar," lanjut dia
Kejagung baru menyatakan berkas penyelidikan lengkap atau P-21 pada 6 April 2022 lalu, setelah beberapa kali mengembalikan berkas ke Komnas HAM.
Pada 19 Maret 2020 misalnya, Kejagung sempat mengembalikan berkas tersebut karena dinilai belum memenuhi syarat formil dan materiil.
Berkas kasus tersebut kemudian dilengkapi dan dikirim kembali oleh Komnas HAM kepada Kejagung pada 14 April 2020.
Namun, Kejagung mengembalikan berkas untuk kedua kalinya ke Komnas HAM pada 20 Mei 2020. Kejagung beralasan Komnas HAM tidak melengkapi petunjuk yang diberikan.
Menurut Taufan, penanganan kasus pelanggaran HAM berat butuh kemauan politik dari pemerintah. Oleh sebab itu, pihaknya pun berupaya untuk meyakinkan Presiden Joko Widodo saat itu.
Selain dengan Jokowi, pihaknya juga mencoba meyakinkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) dan Jaksa Agung.
Lihat Juga : |
"Kemudian ada ketegasan lagi oleh Pak Jokowi yang saya katakan memang karena Komnas HAM berhasil meyakinkan," ujarnya.
Diketahui, Paniai berdarah merupakan insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014. Kala itu, warga sipil tengah melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.
Dalam peristiwa itu, empat pelajar tewas di tempat usai ditembak oleh pasukan gabungan militer. Sementara, satu orang lain tewas usai mendapat perawatan di rumah sakit beberapa bulan kemudian.
(yla/pmg)