Mahfud Ungkap Kronologi Revisi Perkap Terkait Nasib Brotoseno
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan rencana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merevisi Peraturan Kapolri (Perkap) yang memungkinkan peninjauan kembali (PK) hasil sidang etik merupakan hasil koordinasi sejumlah pihak dan mendengar publik.
Perkap dimaksud menindaklanjuti kasus AKBP Raden Brotoseno yang menjadi sorotan publik dalam beberapa pekan terakhir.
"Polri merespons dan berkoordinasi dengan saya sebagai Ketua Kompolnas, yang pada akhirnya hasilkan keputusan Kapolri yang bagus," ujar Mahfud saat menjawab pertanyaan seorang mahasiswi asal Indonesia di Den Haag, Belanda, Jumat (10/6), dalam keterangan tertulisnya.
Listyo diketahui akan merevisi kembali putusan tentang pengangkatan Brotoseno. Kemudian, ia berencana mengubah Perkap yang memungkinkan PK atas hasil sidang etik.
"Saya katakan itu bagus, itu responsif. Saya sebagai Menko Polhukam dan Ketua Kompolnas sangat mengapresiasi," imbuhnya.
Mahfud menjelaskan langkah Kapolri tersebut sudah sesuai dengan rapat koordinasi yang digelar pada Jumat (3/6) lalu.
"Ketika itu disepakati bahwa Polri akan melakukan revisi aturan," tandasnya.
Dikutip dari Antara, Anggota Kompolnas Poengky Indarti mengatakan revisi Perkap Nomor 14 Tahun 2011 dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 guna menindaklanjuti polemik kasus AKBP Raden Brotoseno itu akan "menjadi koreksi bagi internal Polri, sekaligus upaya memberikan rasa keadilan bagi masyarakat."
Poengky juga meminta Polri harus mendengar suara masyarakat, apalagi menyangkut kasus sensitif, yaitu korupsi yang dilakukan anggota polisi.
"Kami mendorong dilakukannya evaluasi dan revisi peraturan terkait proses penegakan kode etik. Kami mendukung upaya revisi duaperkap dengan dimungkinkannya upaya hukum peninjauan kembali," katanya.
Dia juga berharap tidak ada lagi kasus kembali aktifnya anggota Polri yang telah dipidana kasus korupsi seperti Raden Brotoseno.
"Atasan juga harus sigap melakukan koreksi dan menjatuhkan hukuman jika ada anggota melanggar aturan. Konsekuensi dari PerkapNomor 2 Tahun 2022, jika atasan abai mengawasi anggota, maka yang bersangkutan juga akan dikenai sanksi," tuturnya.
Sebelumnya, Raden Brotoseno divonis lima tahun penjara atas kasus suap terkait penanganan perkara cetak sawah di Kalimantan periode 2012-2014.
Pada 2017, ia divonis dengan pidana lima tahun penjara dan telah bebas bersyarat sejak 15 Februari 2020. Polemik muncul karena Brotoseno tidak dipecat dari institusi Polri meski menjadi terpidana kasus korupsi.
(ryn/arh)