Sebelumnya, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Uji Materi UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK berujung pada harus mundurnya Anwar Usman dan Aswanto dari kursi Ketua dan Wakil MK.
Anwar Usman dan Aswanto terpilih menjadi pimpinan MK pada 2018 silam, dan tetap dengan jabatan itu setelah UU 7/2020 diundangkan.
Dalam putusan yang dibacakan pada Senin (20/6), MK mengabulkan sebagian dari uji materi tersebut sehingga Pasal 87 huruf a UU 7/2020 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, pasal tersebut mengatur posisi ketua MK bisa dijabat oleh hakim konstitusi hingga masa jabatannya sebagai hakim berakhir.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan tersebut dalam sidang yang diikuti via saluran Youtube MK, Senin (20/6)
"Menyatakan Pasal 87 huruf a UU Nomor 7 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," baca Anwar lagi.
Pasal 87 huruf a UU 7/2020 berbunyi: Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
Namun demikian, putusan itu tidak mengharuskan Anwar dan Aswanti mundur dari jabatan hakim MK. Sebab, masa jabatan hakim MK adalah hak pembentuk UU. Sehingga, pasal terkait itu, yakni Pasal 87 huruf b tetap berlaku.
Pasal 87 huruf b berbunyi: Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang- Undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun.
Berdasarkan ketentuan, masa jabatan Anwar Usman sebagai hakim konstitusi berakhir sampai 6 April 2026, dan Aswanto sampai 21 Maret 2029.
Hakim MK Enny Nurbaningsih yang membacakan pertimbangan dalam pembacaan putusan tersebut mengatakan Wakil Ketua MK tetap menjabat hingga terpilih penjabat yang baru agar tak menimbulkan persoalan/dampak administratif atas putusan a quo.
"Oleh karena itu, dalam waktu paling lama 9 bulan sejak putusan ini diucapkan harus dilakukan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi," baca Enny.
Dalam putusan tersebut, dari sembilan hakim MK ada alasan berbeda (concuring opinion) dan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Dua hakim yang memiliki concuring opinion serta dissenting opinion sama adalah Arief Hidayat dan Manahan MP Sitompul.
Hakim konstitusi Wahidudin Adams memiliki pendapat berbeda, dan hakim konstitusi Saldi Isra memiliki alasan berbeda.
Kemudian alasan dan pendapat berbeda disampaikan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Dan, ada alasan berbeda dari Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh.
Anwar Usman kemudian menyampaikan pendapat berbedanya dalam putusannya tersebut.
"Norma di dalam suatu pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu sistem yang saling melengkapi satu sama lain. Tidak boleh di dalam pembentukan sebuah undang-undang ada norma yang justru menegasikan norma lainnya. Jika hal tersebut terjadi,maka dapat disimpulkan bahwa penyusunan pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut keluar atau tidak sesuai dengan kaidah pembentukan perundang-undangan yang baik," tutur Anwar.
Diketahui, Permohonan uji materi ini dilakukan Priyanto, warga Muara Karang, Pluit yang teregister nomor 96/PUU-XVIII/2020. Menurut pemohon ketentuan pada Pasal 87 huruf a UU 7/2020 itu bersimpangan atau tak selaras dengan pasal 4 ayat 3 UU 7/2020.
Pemohon menilai pasal yang diujikan itu menimbulkan multitafsir, bahkan penyelundupan norma hukum secara samar dan terselubung.
Selain pasal tersebut, pada hari yang sama MK juga membacakan putusan terhadap dua gugatan lainnya soal uji materi UU MK. Kedua gugatan itu ditolak. Salah satu gugatan yakni soal soal kenaikan syarat usia hakim konstitusi dari 47 tahun menjadi 55 tahun.
Lalu, gugatan lainnya terkait Pasal 15 ayat (2), Pasal 20 ayat (1), ayat (2), Pasal 23 ayat (1) huruf c, Pasal 59 ayat (2), serta Pasal 87 huruf a dan huruf b UU MK dan Pengujian materiil Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 UU MK.