Beda Kasus Korupsi Garuda Emirsyah Satar di KPK dan Kejagung

CNN Indonesia
Senin, 27 Jun 2022 16:39 WIB
Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus memastikan bahwa objek perkara yang diusut pihaknya berbeda dengan apa yang dilakukan KPK.
Terdakwa suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada Garuda Indonesia Emirsyah Satar menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/1/2020). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Agung memastikan objek perkara yang ditangani dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia yang menyeret Emirsyah Satar berbeda dengan apa yang sudah sempat ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kejagung menetapkan eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar dan Direktur PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo sebagai tersangka. Keduanya juga berstatus terpidana dalam kasus suap yang diusut KPK.

Kejagung menggunakan Pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi untuk mengusut perkara ini. Pasal tersebut berkaitan dengan perbuatan korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, kasus yang diusut oleh komisi antirasuah berkaitan dengan penerimaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Satar dan kawan-kawan.

Dalam dakwaannya, jaksa KPK menyebutkan bahwa Ermisyah menerima suap sebesar Rp5,859 miliar dan sejumlah uang lain dalam mata uang asing terkait pengadaan pesawat dan mesin dari Airbus dan Rolls-Royce.

Perkara di KPK berawal dari kepemilikan enam unit pesawat Airbus A330 dari Garuda yang menggunakan mesin produksi Rolls-Royce tipe Trent 700 sejumlah 15 unit mesin. Perusahaan itu menawarkan paket perawatan mesin melalui mekanisme Total Care Porgram (TCP) dengan harga khusus tanpa melibatkan pihak ketiga.

Program TCP itu sempat ditolak karena harganya terlampau mahal di tengah kesulitan yang dihadapi Garuda. Namun, Emirsyah menyetujui program itu setelah didekati oleh Soetikno yang merupakan penasehat Rolls-Royce.

Kesepakatan dilakukan melalui pertemuan dengan Senior Vice President Rolls-Royce Jim Sheard di Osaka, Jepang pada 2006. Atas kesepakatan itu, Emirsyah menerima sejumlah fee.

Selama proses penyidikan KPK meyakini bahwa eks Dirut perusahaan pelat merah itu melakukan TPPU. Emirsyah disebut menempatkan uang sebesar US$1,458 juta ke rekening Woodlake International di UBS atas nama Soetikno untuk menyamarkan suap yang diterimanya.

Uang tersebut kemudian digunakan untuk membayar pelunasan kredit Emirsyah di UOB Indonesia serta untuk membayar sejumlah apartemen di Melbourne, Australia dan Silversea, Singapura.

Kekayaan yang dimiliki Emirsyah Satar diduga berasal dari fee atas pengadaan pesawat dan Total Care Program (TCP) mesin Rolls-Royce Trent 700 oleh Garuda.

Adapun suap yang diterima Emirsyah ditransfer ke rekening HSBC atas nama Mia Badilla Uhodo dan dikirim lagi ke rekening istrinya, almarhumah Sandrina Abubakar dan anaknya Eghadana Satar.

Sementara, Soetikno didakwa sebagai fasilitator pemberian suap sebesar Rp5,859 miliar dan sejumlah uang dalam mat uang asing, yakni US$884.200, EUR1.020.975,dan Sin$1.189.208 kepada Emirsyah Satar.

KPK menerapkan Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama, dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan kedua.

Satar sudah menjadi terpidana dan dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat sejak awal tahun lalu. Ia dihukum pidana penjara delapan tahun dan membayar denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan kurungan.

Klik untuk selanjutnya..

Objek Berbeda Diusut Kejagung

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER