ANALISIS

Selangkah Lebih Dekat Legalkan Ganja Medis di Indonesia

CNN Indonesia
Kamis, 30 Jun 2022 07:00 WIB
Wacana legalisasi ganja medis di Indonesia mulai menemukan titik terang. Pemerintah dan DPR RI saat ini sepakat untuk membahas hal tersebut secara lebih serius.
Ilustrasi. Legalisasi ganja medis di Tanah Air telah menempuh jalan panjang, tetapi belum ada hasil signifikan. Foto: AFP/JUAN MABROMATA

Terpisah, pengamat kebijakan publik Universitas Trisaksi Trubus Rahardiansyah mengatakan pemegang kekuasaan di Indonesia tak dapat menutup diri terhadap perubahan zaman.

Menurutnya perkembangan teknologi saat ini semakin canggih, sehingga pengelolaan ganja secara profesional dapat digunakan untuk kepentingan selain rekreasi, yakni kesehatan.

"Kita tidak boleh kaku dalam hal ini untuk melihat bahwa ganja ini betul-betul dalam tanpa petik dilarang dan sampai pada akhirnya itu dibutuhkan," kata Trubus saat dihubungi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya pemerintah perlu memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis secara utuh. Sehingga nantinya hal tersebut tak dimaknai salah oleh masyarakat di akar rumput.

Konsultasi publik, kata dia, menjadi penting untuk menentukan apakah ganja dimungkinkan untuk dipergunakan sebagai sarana kesehatan nantinya di Indonesia. Trubus beranggapan bahwa selama ini masyarakat melihat ganja sebagai narkotika yang diharamkan sehingga tak memiliki manfaat lain.

Trubus mengingatkan selama ini banyak aspirasi masyarakat yang menyuarakan bahwa ganja dapat dimanfaatkan untuk kepentingan medis. Oleh sebab itu, legalisasi ganja untuk kepentingan tersebut menjadi relevan untuk dibahas saat ini.

"Daripada selama ini ganja yang beredar adalah ganja selundupan, tapi alangkah baiknya pemerintah sendiri punya budidaya sendiri yang sifatnya terbatas hanya untuk keperluan-keperluan medis," jelas dia.

Sementara Asmin menyebutkan bahwa pertimbangan untuk meregulasi tanaman ganja untuk kepentingan medis harus memperhatikan aspirasi masyarakat juga. DPR RI, kata dia, harus mengundang kelompok pasien yang betul-betul membutuhkan tanaman ganja tersebut.

Ia beranggapan pemerintah tak perlu ragu untuk meregulasi penggunaan ganja jika berpatokan pada Konvensi Tunggal tentang Narkotika. Thailand dan Korea Selatan, kata dia, juga menandatangani perjanjian itu namun nyatanya tetap berani meregulasi penggunaan ganja.

Bahkan, kata dia, negara sekelas Amerika Serikat yang menjadi salah satu pencetus konvensi tersebut juga melegalisasi ganja hampir di setengah negara bagiannya.

Ia mengatakan konvensi itu ditujukan untuk kemanusiaan atau human kind. Asas yang dipertimbangkan adalah untuk pengobatan dan kesejahteraan masyarakat.

"Di dalam konvensi itu diatur soal controling, jadi memang dia harus di-control," katanya.

Oleh sebab itu, Asmin beranggapan sebenarnya tidak ada kesulitan lain yang menghalangi Indonesia untuk dapat meregulasi ganja medis.

Menurut penelusuran CNNIndonesia.com, dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ganja sendiri tergolong narkotik golongan I bersama dengan sabu, kokain, opium, heroin. Izin penggunaan terhadap narkotika golongan I hanya dibolehkan dalam hal-hal tertentu. Dan di luar itu, maka dianggap melanggar hukum alias ilegal.

Selain itu, UU Nomor 35/2009 juga melarang konsumsi, produksi, hingga distribusi narkotika golongan I. Kemudian, setiap orang yang memproduksi atau mendistribusikan narkotika golongan I diancam hukuman pidana penjara hingga maksimal seumur hidup atau hukuman mati. Sementara bagi penyalahguna narkotika golongan I diancam pidana paling lama 4 tahun.

Regulasi tersebut juga menoreh beberapa kasus pidana akibat penggunaan ganja untuk medis. Reyndhart Rossy Siahaan misalnya, dijatuhi vonis 10 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait penggunaan ganja pada 22 Juni 2020 lalu.

Dalam kasus ini, Rossy ditangkap pada 17 November 2019 oleh Polda NTT, setelah diduga menggunakan narkoba jenis ganja untuk mengobati penyakitnya. Ia meminum air rebusan ganja untuk mengobati penyakit gangguan saraf terjepit yang dideritanya sejak 2015.

Kasus serupa pernah dialami oleh Fidelis Arie Suderwato. Ia pun sempat divonis delapan bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat, pada 28 Februari 2017 lalu. Fidelis terbukti bersalah menanam dan memiliki 39 batang ganja, meski untuk pengobatan penyakit langka yang diderita istrinya, Yeni Riawati.

(mjo/tsa)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER