HUT Polri dan Hukuman untuk Astronaut Selingkuh
Beberapa bulan yang lalu, pernah hati saya terasa bungah setiap kali melewati Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Sebabnya karena saya melihat di sekeliling pagar lapangan Bhayangkara terpajang lukisan mural yang berisi kritikan atas kinerja polisi.
Bagaimana tidak bungah, lapangan itu berada tepat di seberang gedung Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Belakangan saya baru tahu, mural-mural yang dipajang itu adalah hasil lomba yang diadakan sendiri oleh Polri. Macam-macam isi muralnya, yang mungkin kalau diadakan di zaman dulu, pembuatnya bisa pindah tidur besoknya.
Sejak dipimpin Jenderal Tito Karnavian, lalu Jenderal Idham Azis, dan kemudian dilanjutkan Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri memang kelihatan sedang berusaha keras berbenah.
Banyak program kehumasan dan rebranding yang diluncurkan dengan tujuan memperbaiki citra polisi yang selama ini masih agak bopeng. Misalnya program Polisi Promoter (Profesional, Modern, dan Terpercaya) yang balihonya ada di mana-mana itu.
Belum lagi aneka video yang entah murni atau staging, seringkali membanjiri media sosial dan menampilkan sosok polisi sebagai sahabat masyarakat. Polisi membantu mendorong mobil mogok, menyeberangkan orang tua, sampai menggendong korban banjir.
Tahun 2020, Indonesia Corruption Watch sempat merilis temuan dana belanja hingga Rp1,29 triliun untuk aktivitas media sosial di institusi pemerintahan dan aparat penegak hukum. Dalam temuan itu, polisi merupakan institusi paling besar untuk belanja keperluan medsos.
Dari 2014-2018, belanja medsos mereka mencapai Rp937 miliar. Project Multatuli pernah melakukan penelusuran untuk apa dan ke mana dana sebanyak itu.
Jika benar dana untuk memoles citra polisi sampai sejumlah itu, itu besar sekali. Membuat lomba mural untuk mengkritik diri sendiri jelas hanya remahan kecilnya. Polri rupanya cukup serius soal perubahan citra ini.
Dalam waktu dekat, Polri juga akan meluncurkan sebuah buku berisi cerita-cerita heroik polisi dari pelosok Indonesia. Judulnya "Berjuang di Sudut-sudut Tak Terliput".
Ini menandakan polisi menganggap urusan literasi ini cukup penting. Polri sepertinya mulai menyadari, jika selama ini polisi digambarkan sering salah tangkap dan salah tembak di media formal maupun informal, maka itu harus dibalas dengan cerita-cerita baik di media. Perang wacana tidak boleh disepelekan.
Bagaimanapun, polisi baik pasti banyak. Waktu saya kecil, saya juga mengenal seorang polisi baik hati. Namanya Pak Mariyanto. Ia tinggal mengontrak di dekat rumah kami di Watampone. Beliau banyak sekali membantu keluarga saya. Sayang sekali, kami kehilangan jejaknya sejak ia dimutasi ke daerah lain. Sampai sekarang saya masih mencari keberadaannya. Ingin berterima kasih kalau bisa ketemu.
Itu sebabnya saya percaya polisi-polisi baik seperti Pak Mariyanto berlimpah jumlahnya dan memang patut dicatat dalam buku khusus. Untuk buku ini, Polri sampai menyewa Iqbal Aji Daryono, seorang penulis esai ternama untuk menuliskan kisah-kisah polisi baik itu. Iqbal penulis yang rajin, esainya muncul hampir tiap minggu di sebuah media online.
Polri juga berusaha membuktikan mereka responsif terhadap segala aduan dan aspirasi masyarakat. Beberapa waktu lalu sebuah mobil dengan pelat B-1497-RFY melenggang lancar di jalur khusus Transjakarta, Jalan Taman Margasatwa Raya Ragunan, tanpa ditilang padahal ada petugas di situ.
Kejadian itu sempat direkam warga dan videonya kemudian viral di media sosial.
Jamak dipahami, kendaraan dengan pelat RFY, RFS, RFD, dan lain-lain, biasa digunakan oleh pejabat instansi pemerintah, orang-orang penting, atau orang-orang biasa yang merasa dirinya penting. Dan sudah jamak diketahui juga, kendaraan dengan pelat nomor demikian sering semena-mena di jalan raya karena merasa kebal hukum.
Tapi kali ini, oh tidak Alfonso... polisi seolah ingin menegaskan lagi ketegasan dan kewibawaannya.
Hanya berselang beberapa hari setelah video itu viral, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo sendiri yang langsung muncul di TV mengumumkan bahwa sopir mobil itu sudah ditilang. Pelat nomer dan STNK mobil Fortuner itu juga ditarik polisi. Pokoknya tidak ada ampun. Bravo Polisi!
Awal tahun ini juga ada kejadian yang cukup menyita perhatian masyarakat. Rabu, 19 Januari 2022, lima mobil yang terparkir di basement Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, terpergok memakai pelat khusus milik polisi.
Mobil-mobil bermerek Mitsubishi Grandis warna hitam, Toyota Vellfire warna hitam, Nissan X-Trail warna putih, Toyota Fortuner warna putih, dan Mitsubishi Pajero warna hitam itu, semuanya menggunakan pelat yang sama, bernomor 4196-07 dengan warna dasar pelat berwarna hitam dan kuning. Patut diduga, seandainyapun ada satu kendaraan yang pelatnya asli, maka 4 lainnya sudah mesti palsu.
Belakangan terungkap kalau kelima mobil itu milik Arteria Dahlan, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Dinas dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Dinas Polri, Pasal 3 ayat (2) jelas-jelas menyebutkan, surat tanda nomor kendaraan bermotor dinas (STNK-BD) Polri dan tanda nomor kendaraan bermotor dinas (TNK-BD) Polri hanya diberikan kepada kendaraan bermotor dinas Polri.
Lalu bagaimana ceritanya Arteria Dahlan yang pada dasarnya adalah warga sipil itu bisa menggunakan pelat khusus polisi? Langsung untuk lima mobil pula.
Sejumlah pihak meminta penjelasan Polri dalam kasus ini. Bahkan Ombudsman RI mencurigai ada potensi maladministrasi yang dilakukan Polri. Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menilai, kasus ini janggal karena pelat resmi dinas kepolisian itu seharusnya tak digunakan oleh orang di luar Korps Bhayangkara.
Sayangnya, untuk kasus ini, tidak ada penjelasan yang gamblang. Juga tidak ada penindakan. Polri terkesan irit bicara. Belakangan Polri mengakui telah memberikan pelat dinas khusus polisi itu kepada Arteria untuk membantu kinerjanya sebagai pejabat.
"Kan diberikan tadi itu kan, kecuali dia buat sendiri. Diberikan kepada yang bersangkutan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Senin 24 Januari 2022, sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com.
Membaca berita itu, saya jadi ingat Lisa Nowak dan Anne McClain. Keduanya adalah astronaut perempuan NASA yang terlibat kasus hukum dalam waktu yang berbeda. Lisa Nowak terlibat kasus cinta segitiga dengan sesama astronaut, sementara Anne McClain dituduh meretas rekening mantan suaminya dari stasiun luar angkasa ISS. Kasus ini sempat berlarut-larut di Pengadilan karena sebagian atau seluruh peristiwanya terjadi di luar angkasa.
Dua kasus itu menjadi perhatian pakar hukum sedunia karena belum ada perangkat hukum resmi yang mengatur kejahatan di luar angkasa. Jadi kalau misalnya ada sepasang astronaut yang berselingkuh di luar angkasa dan dituntut oleh pasangan sahnya masing-masing di Bumi, bisa dipastikan mereka akan lolos dari jeratan hukum.
Kasus pelat khusus Polri untuk anggota dewan itu mungkin mirip-mirip ini. Tidak bisa diperkarakan karena alasan yang sama. Cuma beda lokasi saja. Kalau yang satu di luar angkasa, yang satu lagi agak di luar nalar.
Selamat Hari Bhayangkara ke-76. Dirgahayu Kepolisian Republik Indonesia!
(stu)Fauzan Mukrim
Menulis buku "Mencari Tepi Langit" (2010), "Berjalan Jauh"(2018), #dearRiver (2018), dan #dearRain (2019). Kini Supervisor Assignment Editor di CNN Indonesia TV. Menyukai band "Pearl Jam".
Selengkapnya