Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan sejumlah temuan terkait transaksi keuangan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang diduga menyelewengkan dana donasi.
Salah satu aksi yang telah dilakukan PPATK yaitu memblokir puluhan rekening milik lembaga ACT. Kementerian Sosial (Kemensos) pun telah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT.
Sementara itu, ACT enggan menanggapi berbagai temuan PPTK. Namun, mereka akan meminta Kemensos membatalkan surat pencabutan izin PUB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini rangkuman CNNIndonesia.com terkait sejumlah temuan PPATK yang disampaikan pada Rabu (6/7).
PPATK membekukan sementara transaksi keuangan di 60 rekening keuangan milik ACT. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan pemblokiran tersebut dilakukan ke seluruh rekening ACT yang tersebar di 33 nank.
Hal itu bertujuan untuk menyetop aliran dana masuk atau keluar dari rekening ACT tersebut.
"PPATK menghentikan sementara transaksi 60 rekening atas nama entitas yayasan (ACT) di 33 penyedia jasa keuangan. Jadi sudah kami hentikan," kata Ivan.
PPATK menemukan dugaan transaksi keuangan antara ACT dengan jaringan terorisme Al-Qaeda.
Ivan mengatakan transaksi keuangan tersebut dilakukan oleh karyawan ACT ke negara-negara beresiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme.
Berdasarkan kajian dan koordinasi yang telah dilakukan PPATK, penerima aliran dana itu diduga salah satu pihak yang pernah ditangkap oleh Kepolisian Turki karena diduga terkait dengan jaringan Al-Qaeda.
"Ini masih diduga ya, patut diduga terindikasi yang bersangkutan menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda," ucapnya.
PPATK mengungkap perputaran dana yang dikelola ACT dalam setahun mencapai Rp1 triliun. Ivan mengaku pihaknya sudah lama memantau perputaran uang ACT yang nilainya fantastis tersebut.
"Dana masuk dan dana keluar dari entitas tersebut pada periode yang dikaji oleh PPATK, itu nilainya memang luar biasa besar ya, jadi sekitar 1 triliunan," kata Ivan.
PPATK menduga lembaga filantropi itu tidak murni menghimpun dana untuk disalurkan kepada pihak yang membutuhkan, tetapi diputar dari bisnis ke bisnis.
Menurut Ivan, temuan itu didapatkan setelah pihaknya mendalami struktur Yayasan ACT, kepemilikan yayasan, dan pengelolaan pendanaan.
"Kita menduga ini merupakan merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis, jadi tidak murni menerima, menghimpun dana kemudian disalurkan, tapi kemudian dikelola dulu di dalam bisnis tertentu," katanya.
Ivan mengungkapkan Yayasan ACT terkait dengan beberapa kegiatan usaha yang dimiliki pendirinya, Ahyudin. Dalam temuan PPATK terdapat beberapa Perseroan Terbatas (PT) milik Ahyudin.
PPATK menemukan 10 negara yang menjadi penyumbang dan tujuan penerimaan dana donasi terbesar dari ACT. Data itu didapatkan dari pemeriksaan transaksi keuangan yang dilakukan pada periode 2014-2022.
Ivan menjelaskan selama periode tersebut pihaknya mencatat ada 2.000 transaksi keuangan yang masuk ke ACT dari entitas asing ke ACT. Dari total transaksi tersebut, jumlah yang diterima oleh ACT mencapai Rp64 miliar.
Sementara dalam periode yang sama, PPATK juga mencatat ada lebih dari 450 kali pengiriman dana keluar negeri yang dilakukan oleh ACT dengan total nilai kurang lebih Rp52 miliar.
Ia mengatakan negara-negara yang paling banyak melakukan pengiriman dana ke ACT merupakan Jepang, Turki, Inggris, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, Jerman, Hong Kong, Australia, dan Belanda.
"Angkanya yang paling tinggi itu adalah 20 miliar lebih ya, hampir 21 miliar," jelasnya.
Sedangkan untuk negara-negara yang tercatat menerima dana dari ACT paling besar merupakan Turki, Irlandia, China, dan Palestina.
(yoa/tsa)