Menelusuri Muasal Babarsari yang Kini Dicap Miring Sarang Konflik

Tunggul Damarjati | CNN Indonesia
Sabtu, 09 Jul 2022 11:47 WIB
Kompleks ruko di kawasan yang populer disebut Babarsari, Kamis (7/7). (CNN Indonesia/Tunggul)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Jono (43), mengerutkan kening tatkala mengingat bagaimana paras wilayah Babarsari, Caturtunggal, Depok, Sleman, kini bak habis dioperasi plastik.

Memang, Setiap jengkal kawasan itu telah berubah drastis dibanding ketika dirinya kali pertama menjajakinya 24 tahun silam.

Setengah bangkit dari kursinya, Jono menunjuk beberapa bangunan megah yang dulunya merupakan lahan pertanian hijau nan asri. "Tahun 1998 kiri-kanan masih sawah," kata pria yang berprofesi sebagai tukang tambal ban itu.

Warga Prambanan, Sleman itu ingat betul kondisi jalanan aspal seputaran Babarsari dulunya cuma dihiasi segelintir pesepeda motor. Tak jarang ia terpana melihat Astrea Supra yang masih gres-gresnya melintas di depan lapaknya waktu itu.

Pemandangan mobil lalu lalang tentu masih sangat jarang.

Kini semua berbeda. Trotoar Jalan Babarsari itu sekarang dikepung kompleks pertokoan, mal, hotel, kafe, tempat karaoke, distro, indekost, dan lain sejenis.

Tak terhitung berapa banyak jumlah ban yang Jono tambal selagi jadi saksi bagi Babarsari yang perlahan ditelan modernisasi dan bersolek jadi mangkuk salad di D.I. Yogyakarta, khususnya Sleman.

"Perubahan mulai masif itu 2002an. Ruko-ruko banyak berdiri, semakin padat. Pendatang semakin ramai, ya kuliah, ya pekerja," katanya.

Bagi Jono, transformasi Babarsari mengalirkan uang ekstra ke kantongnya. Bukan maksud mendoakan orang tertimpa musibah. Tapi, memang kehadiran pelanggan, termasuk pendatang dengan ban bocornya adalah yang ia nanti-nanti.

Jengah Konflik dan Dinamika Babarsari

Ada gula ada semut mungkin itulah Babarsari sekarang. Ramai orang. Bising. Penuh cuan-cuan yang mengalir seiring tonggak bangunan yang makin sering terpancang.

Namun, Jono tak bisa sepenuhnya memaklumi konflik dan dinamika yang semakin sering muncul di arena bisnis itu.

"Yang malah menyulut itu kan tempat hiburan malam itu. Sudah rahasia umum, setelah minum-minum (minuman beralkohol) kan terjadi keributan, udah sering. Ada juga yang mau menguasai (lahan) geng-geng," urainya.

Jono melihat konflik yang bermunculan selama satu dekade terakhir kerap kali memang melibatkan para pendatang yang tak jarang ikut menyeret warga lokal. Namun dia tahu, tak semua pendatang memicu onar.

"Itu ulah oknum, yang baik juga banyak. Yang niatnya belajar ya patuh aturan," tegasnya.

Situasi mencekam akibat bentrok antar pengemudi ojek online (ojol) dan debt collector yang menurut Jono didominasi warga pendatang 2020 silam masih tebal membekas di ingatannya.

Apalagi kericuhan antar kelompok pada Senin (4/7) siang kemarin.

Bagaimana tidak, lapak usaha Jono cuma berjarak beberapa meter dari lokasi bangunan dan motor-motor yang dirusak perusuh. Tapi, bukan Jono namanya kalau lantas merasa kapok. Dia cuma gedeg pendapatannya menurun setiap kali ada kericuhan.

"Was-was jelas, meski mengalami terus. Khawatirnya cuma salah sasaran. Dulu ya sudah ada, kecil-kecilan nggak sebesar sekarang. Setahun bisa berapa kali, tapi nggak semua kesorot," pungkasnya.

Ruko dan kendaraan yang rusak buntuk ricuh di Babarsari, Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Senin (4/7). (Arsip Tim detikJateng)

Doel (36), seorang petugas keamanan salah satu kompleks perumahan di Babarsari mengamini kesaksian Jono. Meski besar di Bantul, tapi kehidupan ala Babarsari sudah sangat melekat dengannya. Maklum, dia kuliah di UPN Veteran Yogyakarta tahun 2003 dan masih wara-wiri ke sana sebelum mulai resmi berseragam security 5 tahun silam.

Julukan Babarsari Gotham City, Barbarsari, atau Babarscary menurutnya bukan isapan jempol. Menjamurnya berbagai jenis usaha baru sangat disayangkan Doel karena diiringi dengan merebaknya praktik premanisme oleh kelompok tertentu.

"Di Seturan Babarsari ini kan banyak istilahnya backup untuk usaha toko, kafe, bahkan untuk hal kecil aja, parkir," ujar Doel.

"Saya sempat dengar, warga (lokal) sendiri mau buka usaha parkir aja nggak bisa. Susah, karena didominasi ini tadi," sambungnya.

Hasil interaksinya dengan masyarakat pendatang, Doel mendapati para oknum itu berniat mengusung solidaritas. Namun yang terjadi malah gesekan antar kelompok yang tak jarang berdampak pada kenyamanan warga lokal.

"Kalau dari tahun ke tahun, memang masalah kerusuhan, keramaian, keributan memang nggak ada habisnya. Tiap tahun ada. Cuma untuk kenyamanan di Babarsari makin ke sini makin parah," katanya.

Tak jarang, bentuk kriminalitas pemicu keributan itu ditunjukkan tanpa tedeng aling-aling. Seperti mabuk-mabukan di trotoar sehingga mengusik pengguna jalan atau bahkan memalak sekalipun. Warga perumahan tempat Doel berjaga sering mengeluhkan dan ketakutan akan hal ini.

Doel sendiri pernah menjadi korban karena hendak melerai pertikaian kelompok perantau ini.

"Kalau saya, sekarang tahu begitu ya lebih baik diam saja. Karena saya banyak bersinggungan dengan orang yang sudah mengonsumsi (miras). Itu mungkin memicu lebih berani. Tapi kalau nggak ngonsumsi itu enak saja diajak ngobrol sebenarnya," ucapnya.

Doel berharap, pemerintah dan aparat lebih menertibkan penyebab keluhan warga lokal, ketimbang situasi terus mempengaruhi keberlangsungan lingkungan sekitar. Seperti kampus, sekolah, tempat usaha, dan lain sebagainya.

Di satu sisi, masyarakat setempat sudah cukup dipusingkan dengan kondisi macetnya lalu lintas di jalanan Babarsari akibat kepadatan penduduk yang terus meningkat, atau problem-problem lainnya macam menipisnya suplai air.

"Perhotelan daerah sini, banyak memang warga merasa keberatan. Karena imbas hotel itu di air. Apalagi kemarau. Suplai air dalam tanah itu habis untuk perhotelan, pemukiman nggak dapet," katanya.

Cap Miring untuk Babarsari


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :