Tiga warga lereng Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, menempuh waktu perjalanan 17 hari berjalan kaki ke Jakarta. Mereka berniat menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengadu soal pembangunan tanggul di daerah aliran Sungai Regoyo.
Tiga warga yang berjalan kaki itu yakni Supangat (52), Nur Holik (41), dan Masbud (36). Supangat diketahui melakukan aksi jalan kaki terlebih dulu sejak 21 Juni kemarin.
Sementara, Nur Holik dan Masbud baru bergabung saat rombongan berada di Yogyakarta akhir Juni kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mulai jalan tanggal 21, jadi 17 hari sampai di sini (Kantor Komnas HAM) bertiga ini jalan. Saya menyusul Pak Pangat ketika di Jawa Tengah, karena saya masih ada Istigosah," kata Nur Holik di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/7).
Nur Holik mengaku rombongan baru tiba di Jakarta pada Rabu (6/7). Di Jakarta, mereka baru melaporkan masalah ini ke Komnas HAM.
Setelah dari Komnas HAM, mereka berencana melanjutkan perjalanan ke Istana Negara dan berharap dapat bertemu Jokowi.
"Rencananya hari ini (ke Istana Kepresidenan) diterima di Setneg," ungkap Nur Holik.
Nur Holik berharap pemerintah bisa turun tangan mengatasi masalah yang mereka hadapi. Menurutnya, aksi jalan kaki ini merupakan bagian dari ikhtiar mereka.
Menurut Nur Holik, warga sudah beberapa kali melaporkan masalah ini ke pihak Pemerintah Kabupaten Lumajang hingga Polda Jawa Timur, namun tak mendapat respons.
"Makanya kami merasa sudah merasa enggak ada tempat, kecuali kami berjalan, walaupun kami seadanya, kami sudah mengumpulkan tekad," ungkap dia.
Seperti diketahui, tiga warga Desa Kamar Kajang, Sumber Wuluh, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur melakukan aksi jalan kaki ke Jakarta. Mereka bertujuan mengadu masalah yang terjadi di kampungnya ke Presiden Joko Widodo.
Lihat Juga : |
Tiga warga yang berjalan kaki itu yakni Supangat, Nur Kholik, dan Masbud. Jarak 800 kilometer lebih dia tempuh sebagai bentuk protes atas proyek pendirian tanggul di daerah aliran Sungai Regoyo. Supangat berangkat lebih dulu sejak 21 Juni 2022.
Nur Holik mengatakan warga menduga perusahaan penambang pasir membuat tanggul menggunakan bongkahan-bongkahan batu besar sejak sekitar 2018-2019 ini adalah untuk menghambat dan menampung pasir yang terbawa banjir.
Tapi yang terjadi, tanggul tersebut malah membelokkan aliran banjir lahar dingin ke pemukiman warga.
(dmi/isn)