Wamenkumham Sebut Peristiwa Kudatuli Bisa Masuk Kejahatan HAM Berat

CNN Indonesia
Kamis, 21 Jul 2022 23:36 WIB
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Syarif Hiariej dikenal pula sebagai Guru Besar Hukum Pidana UGM. (CNN Indonesia/ Feri Agus)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Edward OS Hiariej mengatakan peristiwa penyerangan kantor PDI di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri pada 27 Juli 1996 alias Kudatuli berpeluang masuk kategori kejahatan HAM berat.

Menurut dia, Peristiwa 27 Juli 1996 itu adalah kejahatan demokrasi. Dari perspektif pelanggaran HAM berat, kasus ini adalah kejahatan luar biasa, sesuai UU Nomor 26 Tahun 2000.

"Ini sangat mungkin masuk ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Karena ada serangan, serangan itu dilakukan ke sipil. Yang ketiga, serangan itu dilakukan secara sistematis. Yang keempat ada pengetahuan terhadap serangan tersebut. Maka saya pastikan ini masuk dalam kejahatan kepada kemanusiaan," kata Eddy Hiariej--sapaan akrabnya--dalam diskusi di kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (21/7).

Ia menerangkan ada sejumlah perspektif terkait peluang untuk penyelesaian peristiwa Kudatuli. Hasilnya, ketimbang diusut lewat kacamata hukum pidana, ia menilai Kudatuli lebih mungkin masuk kategori kejahatan HAM berat selain sebagai kejahatan demokrasi.

"Bagaimana pidana melihat ini, ini dibagi dalam tiga perspektif. Kalau kita melihat dari hukum pidana maka saya harus mengatakan itu close the case," kata dia.

Eddy memaparkan sejumlah alasan insiden Kudatuli tak bisa lagi diusut lewat pemidanaan biasa.

Pertama, peristiwa telah kedaluwarsa. Peristiwa Kudatuli jika dituntut lewat hukuman mati, katanya, telah melewati batas waktu sejak 2014 atau 18 tahun setelah insiden itu terjadi.

Kedua, kata Eddy, penuntutan pidana secara otomatis gugur bila tersangka atau terdakwa meninggal dunia. Dia menyebut para aktor yang terlibat insiden itu beberapa telah meninggal dunia.

"Kita tahu bahwa hapusnya penuntutan pidana itu karena tersangka atau terdakwa meninggal dunia. Ini sudah ada yang meninggal dunia. Maka saya tidak akan bicara dari pidana an sich," kata sosok yang sebelumnya dikenal pula sebagai Guru Besar Hukum Pidana UGM.

Dengan mengabaikan penyelesaian lewat jalur pidana, Eddy meyakini Kudatuli bisa diselesaikan lewat jalur penyelesaian HAM berat. Menurut dia, peristiwa Kudatuli telah memenuhi empat syarat kejahatan HAM berat sesuai UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Beberapa syarat itu yakni, serangan, korban merupakan populasi penduduk sipil, dilakukan sistematis atau meluas, dan pengetahuan terhadap serangan tersebut.

"Jadi berdasarkan elemen itu maka saya pastikan masuk dalam kualifikasi kejahatan kemanusiaan," kata dia.

Butuh Proses Politik

Setelah patut diduga masuk sebagai kejahatan kemanusiaan, menurut Eddy, penyelesaian Kudatuli harus dilakukan lewat jalur pengadilan HAM. Pengadilan HAM hanya bisa dilakukan setelah Komnas HAM merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung bahwa Kudatuli merupakan kejahatan kemanusiaan.

Namun, kata dia, pembentukan pengadilan HAM ad hoc tetap harus mendapat persetujuan dari parlemen. Oleh karena itu, menurut Eddy, penyelesaian peristiwa HAM berat-- termasuk di masa lalu--pada prinsipnya merupakan proses politik.

"Jadi Komnas HAM setelah merekomendasikan ini ada dugaan pelanggaran berat HAM kemudian menyerahkan pada Jaksa Agung, maka untuk pembentukan pengadilan HAM ad hoc ini harus ada persetujuan DPR. Berarti di sini sangat kental politik," katanya.

"Jadi apa yang saya tulis dalam disertasi itu menjadi suatu keniscayaan bahwa penyelesaian pelanggaran HAM itu bukan masalah hukum tapi masalah politik," tambahnya.

Dalam kesempatan sama, Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan sejauh ini memang status Kudatuli sebagai pelanggaran HAM berat baru bersifat kajian.

"Yang DOM [Daerah Operasi Militer] Papua juga belum dilakukan penyelidikan. Begitu pula 27 Juli belum juga melakukan penyelidikan," kata Sandra.

Sebagai informasi, Kudatuli merupakan peristiwa yang dipicu perebutan kantor PDI di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat, di bawah Ketua Umum PDI di bawah Megawati Soekarnoputri oleh kubu Soerjadi pada 1996 silam. Nama terakhir merupakan Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan, Sumatara Utara.

Laporan Komnas HAM menyebut lima orang tewas dalam peristiwa Kudatuli. Sedangkan, 149 luka-luka dan 23 lainnya dinyatakan hilang. 

(thr, antara/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK