Jakarta, CNN Indonesia --
Polda Metro Jaya mengusulkan agar jam kerja kantor di wilayah DKI Jakarta diubah untuk mengurangi kemacetan di ibu kota negara Indonesia tersebut.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman berpendapat waktu keberangkatan pekerja menurutnya mesti diatur agar tidak menumpuk pada jam yang sama.
Pihaknya pun mencontohkan rekayasa jam-jam masuk kerja untuk usulan tersebut. Dia mencontohkan pembagian jam kantor dapat dilakukan setelah keberangkatan anak sekolah di jam 07.00 pagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Para pekerja esensial seperti aparatur sipil negara yang biasanya membutuhkan apel pagi bisa mulai berangkat ke kantor pukul 08.00 WIB. Kemudian pekerja swasta lainnya dapat berangkat dari jam 09.00, lalu jam 10.00, dan ada pula yang jam 11.00 siang.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut pihaknya dalam waktu dekat akan duduk bersama Polda Metro Jaya membahas usulan ini. Menurut Riza usulan itu patut dipertimbangkan.
Namun, bagaimanakah respons kelompok pekerja di wilayah DKI Jakarta atas usulan tersebut?
Transportasi Publik dan Pedestrian di Jakarta
Jeremy (23) pekerja di wilayah Jakarta Barat melihat usulan pengubahan jam kerja itu sebagai sebuah ide yang belum matang. Namun, dia melihat tidak ada salahnya dipertimbangkan.
Pria yang kesehariannya bekerja sebagai arsitek ini mengusulkan agar Pemprov DKI lebih mempertimbangkan tata letak kota serta sarana transportasi publik.
Ia menilai, Jakarta yang merupakan kota megapolitan sudah terlalu ramai didatangi para pekerja dari daerah penyangga hingga provinsi lain di luar Jakarta, untuk itu transportasi massal diharapkan mampu menarik minat mayoritas pekerja dengan pemerintah yang wajib meningkatkan kepastian keamanan dan kenyamanan bagi para penumpang.
"Salah satu penyebab macet pasti memang jam kerja yang bersamaan. Tapi kalau lihat efektivitas dari jam kerja yang diubah dengan transportasi publik yang dimaksimalkan, tentu tetap efektif transportasi publiknya diperbaiki," kata Jeremy saat ditemui CNNIndonesia.com, Jumat (22/7).
 Jeremy (23 tahun) menilai usulan penyesuaian jam kerja sebagai sebuah ide yang belum matang, namun tidak ada salahnya dipertimbangkan. (CNN Indonesia/Khaira Ummah Junaedi) |
Jeremy juga menilai, salah satu upaya mengurangi kemacetan adalah dengan menyediakan fasilitas ramah pedestrian yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia sebagai negara beriklim tropis. Ia menyebut imbauan pekerja untuk jalan kaki itu harus dibarengi pula dengan pemenuhan fasilitas memadai bagi pedestrian dapat dicoba di ibu kota.
Hal itu disampaikannya merujuk pada sebuah studi yang dilakukan para ilmuwan di Universitas Stanford, Amerika Serikat.
Studi itu meneliti aktivitas masyarakat di sejumlah negara. Salah satu hasilnya mengungkap bahwa Indonesia menjadi negara paling malas berjalan kaki di seluruh dunia.
"Kalau Jakarta ingin menjadi walkable city maka harus menyelesaikan permasalahan seperti di negara tropis dengan membuat jalur pedestrian yang rapi dan dibarengi dengan penanaman pohon-pohon di sekitaran jalan. Itu menurut saya dapat mengurangi kemacetan dengan mengajak pekerja jalan kaki," kata dia.
Tidak Signifikan Urai Macet, Desak Transportasi Massal
Nafilah (26) berpendapat wacana pengaturan jam kantor secara keseluruhan di DKI itu tidak signifikan dalam mengurai kemacetan di Jakarta. Letak permasalahan kemacetan Jakarta yang disumbang kehadiran para pekerja menurutnya ada pada sektor transportasi publik.
Dengan perbedaan jam masuk kantor yang diusulkan berkisar satu jam itu pun menurutnya tidak akan menyumbang solusi efektif. Pasalnya, kemacetan di Ibu Kota bahkan terjadi di beberapa titik transportasi publik. Untuk itu ia meminta pemerintah terlebih dahulu fokus pada pemenuhan transportasi massal yang nyaman.
"Karena kan tidak jarang penumpukan di KRL terjadi karena beberapa masalah keterlambatan jadwal. Kenapa enggak fasilitas umum dulu yang dibenahi, misal penambahan jadwal keberangkatan di KRL, akses MRT dan LRT dipercepat untuk sampai ke beberapa wilayah DKI, bahkan Bogor," ujar Nafilah seorang karyawan Swasta saat ditemui CNNIndonesia.com di wilayah Cikini, Jakarta, Jumat.
 Nafilah (26 tahun) berpendapat usulan pengaturan jam kantor tidak signifikan dalam mengurai kemacetan di Jakarta. (CNN Indonesia/Khaira Ummah Junaedi) |
Nafilah juga menyoroti temuan yang membuat tak nyaman penumpang transportasi publik akhir-akhir ini, seperti misalnya kasus pelecehan seksual di KRL yang dilaporkan terjadi beberapa kali, hingga kecelakaan Transjakarta yang kerap terjadi belakangan.
Pemprov DKI menurutnya harus memperhatikan betul temuan itu dan sering melakukan evaluasi baik kepada armada transportasi hingga kinerja perseorangan. Upaya itu harus dilakukan agar mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap transportasi umum di Ibu Kota.
"Pokoknya fokus ditambahin transportasi yang bisa bikin masyarakat punya banyak opsi agar enggak melulu menghabiskan waktunya di kendala transportasi umum dan sebagainya," tuturnya.
Baca suara-suara warga lain di halaman selanjutnya.
Ubah Jam Kerja Tak Efektif
Wasi (40) pun berpendapat serupa. Ia menilai faktor utama yang harus diperbaiki guna mengurai kemacetan adalah transportasi umum di Jakarta. Sebab, ganjil genap yang sudah berjalan kini pun menurutnya masih tidak efektif mengurangi kemacetan di Ibu Kota.
"Kalau jam kerja dibedakan tidak efektif ya, bisa mengganggu pola kerjaan seperti rutinitas berangkat pagi atau siang gitu, jadi seperti itu tidak bisa, kurang solutif lah ya. Yang terdekat yaitu penyempurnaan transportasi massal ya," ujar Wasi seorang karyawan swasta saat ditemui di depan Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat.
Wasi pun menilai, bahkan semisal Pemprov DKI mengeluarkan imbauan atau instruksi agar masyarakat lebih memilih transportasi umum ketimbang kendaraan pribadi pun tidak akan menyelesaikan permasalahan kemacetan yang mengakar di Ibu Kota.
"Pasti semua orang sudah memiliki kesadaran sendiri, tentang enak tidaknya [naik transportasi publik atau kendaraan pribadi]. Jadi ya masalahnya berarti transportasi publik mungkin kurang nyaman ya," katanya.
 Wasi (40 tahun) menilai faktor utama yang harus diperbaiki guna mengurai kemacetan adalah transportasi umum di Jakarta. (CNN Indonesia/Khaira Ummah Junaedi) |
Jam dan Pola Kerja Kantor Belajar dari Kondisi Covid
Sementara itu, Bella (29) menilai usulan penyesuaian jam kantor dapat menjadi salah satu solusi mengurai kemacetan di Jakarta. Ia mencontohkan, pada saat kasus virus corona (Covid-19) naik di Jakarta, banyak kantor yang memberlakukan tiga bahkan lebih sif pemberangkatan dalam sehari guna mengurangi kapasitas pekerja dalam ruangan.
Pembagian jam kantor menurutnya juga sudah mulai dapat diterima dengan kondisi 'new normal' yang terjadi di banyak perusahaan terutama sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia dalam dua tahun lebih ini.
"Kalau menurut saya efektif, karena di kantor saya juga dulu pernah ada pembagian jam kerja. Jadi menurut saya bisa menyebabkan tidak terlalu ramai dan mengurangi macet, dan buat penyebaran Covid-19 lumayan seperti ditekan penyebarannya," kata Bella, karyawan swasta bidang barang dan jasa saat ditemui di depan Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Bella pun menilai, transportasi publik di Jakarta sudah cukup nyaman namun perlu dimaksimalkan pelayanannya. Untuk KRL, ia menilai jumlah armada yang dioperasikan sudah cukup, hanya saja pengaturan mobilitas warga di dalam stasiun perlu diperbaiki.
Sementara untuk Transjakarta, ia meminta Pemprov DKI melakukan evaluasi dan wanti-wanti agar sopir yang mengendarai transportasi umum meminimalisir potensi penyebab kecelakaan.
"Jadi memang sih perlu ditingkatkan [pelayanan dan kualitas pada] transprotasi umumnya. Tapi kalau soal jam kantor itu perlu juga dicoba," ujarnya.
 Bella (29 tahun) menilai usulan penyesuaian jam kantor dapat menjadi salah satu solusi mengurai kemacetan di Jakarta. (CNN Indonesia/Khaira Ummah Junaedi) |
Evaluasi atas Kemacetan Jakarta sebagai Pusat Aglomerasi
Senada, Ika (34) juga menilai tidak ada salahnya mencoba usulan penyesuaian jam kantor agar tidak bersamaan dan diharapkan mampu mengurangi kemacetan di Jakarta. Toh menurutnya setiap kebijakan harus ada evaluasi setelahnya.
Ia menilai, kemacetan di Jakarta merupakan sebuah pekerjaan rumah yang kompleks, sebab Jakarta merupakan wilayah sentral dari daerah aglomerasi lainnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).
"Jadikan Jakarta itu pusatnyalah ya, istilahnya dari daerah Jabodetabek itu. Jadi susah memang ya jumlah pekerja banyak [dari luar Jakarta], kayak saya dari Bojonggede [Kabupaten Bogor] gitu. Jadi memang PR buat pemerintah gitu," kata pegawai swasta itu saat ditemui di Stasiun Manggarai, Jakarta Pusat.
 Ika (34 tahun) mengusulkan agar penyesuaian jam kerja juga dibarengi dengan sif WFH dan WFO guna mengurai kemacetan di Ibu Kota. (CNN Indonesia/Khaira Ummah Junaedi) |
Ika pun menyarankan agar Pemprov DKI ikut mengkaji opsi pembagian Work from Home (WFH) dan Work from Office (WFO) pada sektor non esensial meskipun Covid-19 sudah melandai nantinya. Hal itu menurutnya dapat mengurangi kemacetan di Jakarta dan cukup efektif.
"Kalau menurut saya, untuk pembagian sif kerja itu mungkin bisa dicoba ya, jadi setuju saja," kata Ika.
Sebab menurutnya, jumlah armada transportasi publik di Jakarta sudah cukup banyak, namun tetap saja kemacetan terjadi di mana-mana. Hal itu menurutnya wajar terjadi lantaran mayoritas pekerja dari daerah penyangga Jakarta pun masih membutuhkan akses transportasi seperti ojek daring untuk menuju kantornya masing-masing.
"Sejak pandemi itu kan kantor bisa menyesuaikan ya. Jadi bisa dicoba juga sebagian pekerja ada yang WFH dan WFO gitu," ujar Ika.