Ida Fauziyah Tak Respons, Warga Ciamis Lanjut Mogok Makan
Seorang warga Ciamis, Jawa Barat Heriyanto kembali melakukan aksi mogok makan di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Jakarta, Rabu (3/8), meski sempat tumbang.
Pria yang mengalami cacat permanen akibat kecelakaan kerja itu mengaku akan terus mogok makan sampai Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengabulkan tuntutannya.
"Saya pada hari ini tanggal 3 Agustus 2022, kembali melanjutkan perjuangan mogok makan di depan Kemenaker RI untuk meminta hak saya sebagai pekerja yang mengalami kecelakaan kerja. Yang tidak mendapat haknya," kata Heri kepada CNNIndonesia.com.
Heri melakukan aksi sejak 25 Juli lalu. Ia sempat tumbang setelah lima hari melakukan mogok makan, yakni pada 30 Juli. Namun, Heri menyebut Ida yang merespons membuat dirinya kembali melanjutkan aksi.
"Saya sudah tunggu sejak hari Selasa, tapi tidak ada itikad baik dari Menaker," katanya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi mengklaim bahwa pihaknya telah menemui Heri sejak awal mogok pada pekan lalu. Pihaknya juga telah melakukan mediasi dengan Heri untuk menyelesaikan masalahnya.
"Sudah kita tindak lanjut. kita sudah terima yang bersangkutan dan kita sudah koordinasi dengan Disnaker dan pengawas ketenagakerjaan untuk menyelesaikan masalah Pak Heryanto," kata Anwar kepada CNNIndonesia.com.
Heri melakukan aksi itu seorang diri. Setelah lima hari aksi, tepatnya pada Sabtu dini hari, Heri tumbang. Ia lantas dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif.
Pria berusia 46 tahun itu melakukan aksi tersebut demi menuntut keadilan karena diperlukan tak adil usai mengalami kecelakaan kerja yang berujung cacat permanen ketika bekerja di salah satu perusahaan di Kalimantan Tengah. Ia bertugas sebagai pengawas alat berat.
Peristiwa naas menimpa Heri pada 2 Januari 2015, ketika sedang mengecek pancang jembatan. Heri tersenggol dan terjepit burit alat berat excavator yang sedang memutar.
"Akibat kecelakaan tersebut, saya mengalami tulang remuk dan retak pada punggung. Saat ini saya mengalami cacat permanen," ungkapnya.
Setelah insiden itu, Heri mengaku menerima perlakuan diskriminatif dari pihak perusahaan. Is mengaku dipaksa bekerja untuk menyapu dan membersihkan sampah meski kesehatannya belum pulih. Akibatnya, tulang-tulangnya kembali patah.
"Pada saat saya harus berobat, saya harus mengeluarkan biaya sendiri karena perusahaan tidak mau menanggung, sedangkan upah/gaji saya setiap bulan dikurangi," katanya.
Saat kondisi fisiknya sedang menurun pada 2018, pihak perusahaan memaksa Heri meneken sebuah surat agar bisa mendapatkan pesangon, uang penghargaan, dan uang jaminan kecelakaan kerja. Belakangan, dia baru menyadari bahwa itu adalah surat pengunduran diri.
Alhasil, Heri tak mendapatkan hak-haknya sebagaimana dijanjikan pihak perusahaan. Ia mengaku sempat mengajukan keberatan agar perusahaan memenuhi semua hak-haknya. Terlebih, dirinya tak bisa lagi bekerja normal karena cacat permanen.
"Namun perusahaan mengabaikan hal tersebut," ujar bapak empat anak itu.
Bersamaan dengan mogok makan itu, Heri juga mendesak Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menindak tegas perusahaan tersebut.
(yla/fra)