Jakarta, CNN Indonesia --
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) akan melaporkan empat jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur ke Komisi Kejaksaan, Mahkamah Agung, Jamwas (Jaksa Agung Muda Pengawasan) dan Ombudsman.
Laporan itu dilakukan atas dugaan ketidakseriusan dalam menangani perkara kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi. Empat orang jaksa Kejati Jatim itu yakni Wahyu Hidayatullah, Novan Ariyanto, Yulistiono dan Winarko.
Keempat jaksa itu dinilai tak serius mengirimkan berkas kontra memori kasasi kasus kekerasan terhadap Nurhadi, dengan terdakwa dua anggota Polri aktif Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal 13 Juni 2022, korban dan AJI Surabaya telah beraudiensi ke Kejati Jatim untuk menanyakan alasan mengapa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mengajukan kasasi. Saat itu, Nurhadi juga telah memberikan informasi bahwa terdakwa telah mengajukan kasasi pada 7 Juni 2022.
Kuasa hukum Nurhadi dari LBH Lentera, Salawati Taher, menilai jaksa tidak hanya sekadar lalai tapi juga diduga sengaja. Sebab AJI Surabaya dan kliennya sudah berupaya melakukan audiensi untuk mengingatkan jaksa untuk membuat dan mengirim kontra memori kasasi.
Saat itu, AJI Surabaya dan Nurhadi ditemui Kasipenkum Kejati Jatim, Fathur Rohman dan jaksa Wahyu Hidayatullah di lobi gedung Kejati Jatim.
Jaksa Wahyu berdalih pihaknya tidak mengajukan kasasi karena putusan pidananya tidak menjadi obyek kasasi. Menurut Salawati, meskipun jaksa tidak mengajukan kasasi, jaksa berkewajiban membuat dan mengirim kontra memori kasasi setelah menerima memori kasasi.
"Menurut hemat kami, kalau menjalankan tugas profesinya sehari-hari, dengan informasi pernyataan kasasi terdakwa tanggal 7 Juni 2022, JPU pasti sudah bisa menghitung kapan memori kasasi dan kapan waktu kontra memori kasasi berpatokan dari tanggal 7 Juni 2022. Seharusnya jaksa sudah bisa memperkirakan jangka waktu dalam 14 hari akan ada relaas memori kasasi ke dia," kata Salawati, Rabu (31/8).
Di aturan perundangan, kata dia, sudah tertulis jelas, kontra memori kasasi wajib dikirim maksimal 14 hari setelah relaas memori kasasi dikirimkan.
"Karena ada batas waktu, tidak seperti saat banding," lanjut dia.
Merujuk pada SIPP PN Surabaya, terdakwa Firman dan Purwanto tercatat telah mengajukan kasasi sejak 14 Juni 2022 dan diterima oleh PN Surabaya pada 21 Juni.
Kemudian, pada 28 Juni 2022, memori kasasi dikirim kepada JPU. Sayangnya, kata Salawati, berkas kasasi dikirimkan ke MA pada 4 Juli 2022 tanpa kontra memori kasasi dari jaksa.
Terpisah, ketua AJI Surabaya, Eben Haezer, menyayangkan pernyataan JPU yang menyebut bahwa pengiriman kontra memori kasasi tidak dibatasi waktu. Ia tak percaya dengan hal itu.
Eben menyebut, ayat 7 pasal 248 UU nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan: "Dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1), panitera menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan memori kasasi."
Sedangkan ayat 1 pasal tersebut menyatakan: "Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu 14 hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima."
"Menurut kami, dari dua ayat tersebut dapat dipahami bahwa jaksa punya waktu 14 hari untuk untuk menyampaikan tembusan kontra memori kasasi karena selama rentang waktu tersebut, panitera akan menyampaikannya kepada pemohon kasasi," kata Eben.
Dia juga kecewa karena JPU baru akan mengirim kontra memori kasasi itu ke PN dan MA, setelah didatangi oleh Nurhadi dan kuasa hukumnya, Selasa (30/8) kemarin.
"Sehingga, aneh kalau JPU menyatakan bahwa pengiriman kontra memori kasasi tidak dibatasi waktu. Saya berharap JPU menjelaskan dasar hukumnya menyatakan demikian apa," katanya.
Eben menegaskan, meski perkara ini sudah sampai ke tingkat kasasi, AJI terus melakukan pengawalan.
Demonstrasi hingga Audiensi dengan MA
Pada 25 Agustus 2022 yang lalu, sejumlah jurnalis AJI Jakarta bersama AJI Indonesia dan LBH Pers menggelar aksi di depan Mahkamah Agung (MA) untuk memastikan aparat penegak hukum profesional dalam menangani perkara tersebut.
"AJI juga sedang dalam proses melakukan audiensi dengan Mahkamah Agung," ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Wahyu Hidayatullah, mengakui bahwa surat memori kasasi sempat terselip saat dikirimkan ke pihaknya. Bagian surat administrasi pengadilan tinggi pun meminta maaf.
JPU juga merasa keteledoran itu sebagai hal yang wajar karena perkara yang mereka tangani cukup banyak, bukan hanya perkara kekerasan terhadap jurnalis Nurhadi.
"Ternyata [relaas memori kasasi] sudah diterima PTSP dan diteruskan ke bagian persuratan. Tapi saya kemarin sudah meminta kopi memori kasasi ke PN dan sudah jawab. Hari ini saya segera kirim [kontra memori kasasi] ke PN dan MA. Tetap kirim kok, nggak ada masalah," kata Wahyu.
Kasus ini bermula ketika Nurhadi, ditugaskan oleh Tempo, untuk melakukan investigasi keberadaan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu saat itu, Angin Prayitno Aji, di sebuah acara pernikahan di Gedung Samudra Bumimoro, Krembangan, Surabaya, Sabtu 27 Maret 2021.
Di tempat itu tengah berlangsung acara pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dengan anak Kombes Achmad Yani. Belasan aparat kepolisian dan panitia acara yang mengetahui keberadaan dia kemudian memukul, mencekik, menendang, merusak alat kerja, menyekap dan mengancam membunuh Nurhadi.
Dari belasan pelaku, hanya dua orang yang berhasil ditindak secara hukum. Mereka adalah anggota polisi aktif Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi. Dalam persidangan, mereka divonis sepuluh bulan penjara.
Majelis hakim menilai kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar tindak pidana pers sebagaimana Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Tak hanya itu, terdakwa Purwanto dan Firman juga divonis membayar restitusi pada korban Nurhadi dan saksi kunci F. Perkara ini sendiri kini dalam tahap kasasi.
Selain itu, baik Firman maupun Purwanto, hingga kini masih bertugas sebagai polisi di institusinya masing-masin. Mereka hanya dijatuhi hukuman sanksi ringan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jatim Jawa Timur, berupa teguran tertulis dan penempatan di tempat khusus selama 14 hari, pada Mei lalu.