Tim forensik Rumah Sakit Bhayangkara M Hasan Palembang Polda Sumsel menyatakan siap bantu autopsi jenazah santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Ponorogo, Jawa Timur.
Dokter Forensik RS Bhayangkara M Hasan Palembang AKBP dr Mansuri mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Polres Ponorogo, Jawa Timur terkait autopsi santri Gontor berinisial AM (17) asal Kota Palembang itu.
"(Autopsi) Direncanakan berlangsung Kamis (8/9)," kata Mansuri di Palembang, Selasa (6/9) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengungkapkan proses autopsi itu akan berlangsung di Tempat Pemakaman Umum Sungai Selayur, Kecamatan Kalidoni, Palembang. Autopsi juga akan dilakukan bersama tim ahli Forensi Markas Besar Polri.
"Malam ini kami laporkan juga ke Pusdokes, nantinya tim Forensik dari Markas Besar Polri juga turut serta dalam proses autopsi tersebut untuk mengambil data terkait meninggalnya korban," kata Mansuri.
Meski sudah menjadwalkan autopsi, Mansuri menegaskan proses itu baru akan dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pihak keluarga korban.
"Rencananya demikian, tapi informasinya masih menunggu persetujuan dari pihak keluarga, harapannya semakin cepat semakin baik untuk memudahkan proses (autopsi) itu sendiri," imbuhnya.
Sebelumnya, santri di Ponpes Gontor berinisial AM (17) meninggal dunia diduga akibat penganiayaan.
Juru Bicara Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Noor Syahid, mengatakan pelaku penganiayaan AM adalah dua orang santri kakak kelas korban yang duduk di kelas 6 atau 12 SMA. Kedua santri itu telah dikeluarkan dari ponpes.
Selain AM, polisi menduga masih ada santri lainnya yang jadi korban penganiayaan, yakni dua orang yang alami luka-luka.
Berdasarkan olah tempat kejadian perkara dan pra rekonstruksi, Polres Ponorogo, polisi menyita arang bukti berupa pentungan, air mineral, minyak kayu putih, hingga becak.
Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono Wibowo mengatakan unsur penganiayaan di peristiwa itu sebenarnya sudah sangat jelas terjadi.
Namun, Gontor ternyata sempat memberikan keterangan palsu terkait kematian santri tersebut. Pihak keluarga awalnya mendapat informasi bahwa anaknya meninggal karena kelelahan saat mengikuti Perkemahan Kamis-Jumat.
Mereka baru menyadari hal itu tak benar ketika meminta kain kafan yang menutupi tubuh AM dibuka dan jelas terlihat beberapa luka lebam di sekujur tubuh korban.