Busyro Muqoddas Cs Gugat UU Pengadilan HAM ke MK
Tim Universal Hak Asasi Manusia (HAM) mengajukan gugatan materiil atas Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ke Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (7/9). Mereka menggugat pasal 5 yang dinilai membatasi perlindungan HAM dalam UUD 1945.
Tim itu terdiri dari mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, aktivis HAM Marzuki Darusman, serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
Lihat Juga : |
Dalam gugatannya, mereka meminta agar MK menghapus frasa "oleh warga negara Indonesia" dalam pasal itu. Sebab, frasa ini dinilai membatasi yurisdiksi peradilan nasional atas pelanggaran HAM.
Pasal 5 UU No 26 Tahun 2000 itu berbunyi;
Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.
Pasal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi;
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
"Kita ingin memastikan kejahatan HAM itu tidak terjadi di seluruh wilayah lain di dunia, termasuk di Indonesia. Jadi tujuannya ingin memastikan semua pelanggaran HAM bisa diadili di Indonesia," ujar Ketua AJI Sasmito Madrim di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (7/9).
Tim Universal HAM meminta agar para pelaku pelanggaran HAM yang berada di Indonesia bisa diadili untuk kejahatannya. Sebab, itu artinya Indonesia melindungi HAM dan hak hukum seluruh orang, terlepas dari kewarganegaraannya.
Sasmito juga menyinggung tentang berbagai penyiksaan dan ancaman yang dirasakan oleh jurnalis di Myanmar. Selain itu juga terjadi pembunuhan aktivis-aktivis Myanmar, menyusul perlakuan tak manusiawi lainnya yang dilakukan oleh Junta, dan berbagai penyiksaan warga Myanmar juga terjadi. Warga etnis minoritas Muslim Rohingya telah merasakan kekejaman yang sama.
"Jika dibiarkan terus terjadi, korban akan terus berjatuhan. Negara-negara di mana pun di dunia, termasuk di ASEAN harus bertindak, tidak terkecuali Indonesia," jelasnya.
Kuasa Hukum Feri Amsari mengungkapkan pentingnya peran Indonesia dalam melindungi negara tetangga se-Asia Tenggara, terlebih jika melihat amanah pembukaan dan konstitusi.
Feri juga menilai Jakarta sebagai ibu kota ASEAN berpotensi menjadi wilayah hukum yang sangat mungkin sering dikunjungi pelaku pelanggaran HAM itu.
"Jika permohonan kami berhasil dengan dihapusnya frasa ini, maka Jakarta yaitu Indonesia akan dihormati sebagai negara yang menghormati HAM sebagaimana dikehendaki oleh konstitusi dan ibu dan bapak bangsa kita," papar Feri.
"Jadi tidak serampangan orang masuk Jakarta, terutama para pelaku pelanggaran HAM. Karena bukan tidak mungkin mereka akan diadili jika MK menghapuskan pasal ini," tegasnya.
(cfd/pmg)