Polisi Diduga Rusak Alat Kerja 2 Jurnalis Saat Liput Demo BBM di Aceh
Dua ponsel jurnalis yang menjadi alat kerja saat meliput demo menolak kenaikan harga BBM di depan Gedung DPR Aceh, Banda Aceh, dirusak oknum polisi berpakaian preman, pada Rabu (7/9).
Dua wartawan yang menjadi korban tersebut adalah jurnalis Serambi Indonesia, Indra Wijaya dan jurnalis Nukilan.id, Rezi.
Indra Wijaya menuturkan saat itu dirinya sedang merekam aksi polisi yang menyeret mahasiswa saat demo berlangsung ricuh. Kemudian oknum polisi yang berpakaian preman memukul ponselnya hingga membuat layar pecah.
"Saya sudah bilang saya wartawan, saya juga lengkap pakai ID card, tapi HP saya tetap dipukul hingga layarnya pecah," kata Indra kemarin.
Hal yang sama juga terjadi pada Rezi. Ponsel yang menjadi alat kerjanya dirampas saat memfoto aksi represif aparat ke massa aksi. Ponsel itu lalu dibuang ke pinggir jalan.
Merespons hal tersebut, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Juli Amin mengatakan tindakan oknum polisi yang merusak alat kerja jurnalis saat bekerja sama dengan melanggar UU Pers nomor 40 Tahun 1999.
"Kita minta Kapolda Aceh dan jajarannya untuk menindak tegas anggotanya yang telah merusak alat kerja jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistiknya," ujar Juli Amin dalam keterangannya.
Ia pun mengimbau semua pihak untuk memahami dan menghargai kerja jurnalistik yang merupakan perwujudan dari pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh informasi.
Sebelumnya, kericuhan antara polisi dan massa berawal saat seribuan mahasiswa UIN Ar-Raniry ingin masuk ke dalam gedung DPR Aceh. Namun, di dalam pagar dijaga ketat oleh aparat kepolisian.
Lalu massa mencoba menerobos barikade pagar betis polisi dengan cara ingin merobohkan pagar gedung DPR Aceh. Polisi pun membalas dengan tembakan gas air mata dan water canon ke arah kerumunan massa. Polisi juga menangkap sejumlah mahasiswa yang terlibat dalam kericuhan itu.
Dalam kericuhan itu, lima polisi terluka akibat lemparan batu dan dua orang mahasiswa juga terluka dan saat ini di rawat di rumah sakit.
Demo di Yogya
Selain di Aceh, aksi penolakan kenaikan BBM juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia kemarin. Salah satunya di Yogyakarta.
Massa Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) melakukan demonstrasi tolak kenaikan harga BBM di depan Gedung DRPD DIY, Kota Yogyakarta, pada Rabu (7/9) siang hingga petang.
Sebelum membubarkan diri pada sore hari, salah seorang orator mengatakan mereka akan menggelar aksi serupa di lain waktu jika pemerintah belum bersedia menurunkan harga BBM maupun tuntutan lainnya.
Merespons hal itu, Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Idham Mahdi mengatakan jajarannya siap mengamankan aksi serupa jika kembali digelar.
"Tetap kita akan melaksanakan pengamanan ya tetap kita karena mereka adalah saudara-saudara kita juga, kita berikan pengamanan kita akan imbau untuk tetap menjaga situasi yang kondusif," kata Idham di Gedung DPRD DIY, Kota Yogyakarta, Rabu malam.
Sementara untuk aksi kemarin, Idham mengklaim situasi masih terkendali dengan pengamanan gabungan termasuk dari 500 anggota kepolisian jajaran Polresta dan Polsek di wilayah Kota Yogyakarta.
"Pelaksanaannya alhamdulillah cukup baik walaupun ada sedikit insiden," kata Idham merujuk aksi merobohkan pagar gedung DPRD DIY, bakar ban, dan pelemparan botol oleh peserta demo.
Sekretaris DPRD DIY Haryanta menambahkan kericuhan itu terpantau tak menimbulkan kerusakan berarti pada fasilitas gedung wakil rakyat Jogja tersebut.
Ia mengatakan sebelum insiden perobohan pagar terjadi sebetulnya jajaran legislatif telah mempersilakan wakil massa untuk masuk dan akan diterima Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana. Namun, ia mengklaim massa menolak bertemu pimpinan DPRD tersebut.
"Dan tadi sudah kami minta untuk masuk tapi kelompok ini tidak mau masuk, menolak masuk. Pimpinan sudah siap stand by di sini untuk menerima. Kita nggak tahu alasan penolakan, cuma mereka inginnya orasi di depan gitu dan tadi pimpinan juga sudah turun, sudah responsif untuk bisa bertemu tapi mereka tidak mau juga, menolak," klaimnya.