Nasib kasus Munir secara hukum nyaris kedaluwarsa. Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) butir 3 KUHP, penuntutan pidana dihapus setelah 18 tahun untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup, seperti pembunuhan berencana.
Namun, jika ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat, kasus Munir tak akan kedaluwarsa. Penyelidikan akan dilakukan sesuai mekanisme UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah membentuk tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat untuk kasus Munir pada 7 September 2022. Tim dibentuk untuk menetapkan kasus sebagai HAM berat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim ad hoc tersebut terdiri dari lima anggota. Namun, baru dua yang resmi bergabung, yaitu Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dan Komisionernya Sandrayati Moniaga.
Taufan menyebut Komnas HAM tengah berkoordinasi dengan KASUM untuk tiga anggota lainnya. Sementara, nama yang disodorkan KASUM lebih dari 14 kandidat.
"Kami tunggu daftar tiga nama yang bersedia masuk di tim ad hoc," kata Taufan kepada CNNIndonesia.com.
Taufan berkata ketiga nama itu harus ada sebelum tanggal 22 September. Sebab, Komnas HAM harus menyerahkan surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan (SPDP) ke Kejaksaan Agung paling lambat pada tanggal itu.
Namun, pembentukan tim ad hoc ini tak lepas dari kritik. Pasalnya, tim dibentuk mepet dengan masa kedaluwarsa dan dua bulan sebelum masa jabatan pimpinan Komnas HAM yang saat ini berakhir. Kritik datang dari KASUM, SETARA Institute, KontraS, juga Suciwati.
Meski demikian, Suci masih berharap upaya pengungkapan kasus pembunuhan suaminya tak pernah berhenti.
Dia menilai pembentukan tim ad hoc penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat terkait pembunuhan Munir oleh Komnas HAM merupakan langkah penting.
"Untuk (tahu) next, siapa sebenarnya dalang pembunuhan Munir," ucap Suci.
(yla/tsa)