Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menjelaskan alasan memilih kencur sebagai narasi yang selama ini digemborkan adalah untuk menganalogikan potensi sumber daya yang bisa dikembangkan dengan riset dan inovasi.
"Kalau saya mencontohkan kencur, itu adalah analogi konkrit yang mudah untuk membayangkan potensi sumber daya genetika kita yang akan memiliki nilai puluhan ribu kali apabila dikelola dengan teknologi maju," ujar Handoko kepada CNNIndonesia.com, Senin (26/9).
Diketahui sebelumnya, Anggota DPR Fadli Zon mengkritik Handoko karena narasi yang dibawa jauh dari level jabatannya. Politisi Gerindra itu mengomentari video yang menampilkan Handoko menjelaskan kencur sebagai bahan potensial jika dikelola melalui riset dan inovasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam video yang sama, cuplikan-cuplikan itu kemudian dibandingkan dengan cerita BJ Habibie kala menggagas Pesawat N250 Gatotkaca yang merupakan pesawat buatan Indonesia pertama.
"Saya dulu pernah jadi Ketua Kelompok Ilmiah Remaja SMAN 31 Jakarta Timur. Narasi Kepala BRIN ini dari levelnya kok mengingatkan saya ketika diskusi dengan teman-teman KIR puluhan tahun lalu," cuit Fadli Zon lewat akun Twitter @fadlizon, Minggu (25/9).
"Tolong jangan bandingkan dengan Pak Habibie, beda level playing of field," lanjutnya.
Handoko lebih lanjut menjelaskan kebijakan BRIN saat ini lebih fokus mendukung upaya kedaulatan nasional dalam sektor pangan dan energi. Langkah tersebut disebut sesuai dengan kondisi pascapandemi serta perkembangan geopolitik global.
Di sisi lain, Handoko juga menjelaskan penguasaan teknologi saat ini menuntut kreativitas untuk menciptakan sistem baru yang terintegrasi.
Ia bahkan menilai hanya ada sedikit manufaktur yang masih relevan untuk dikembangkan di Indonesia, sementara sisanya cukup memanfaatkan manufaktur dari produsen (Original Equipment Manufacturer) berbagai belahan dunia.
"Dalam konteks ini, penguasaan teknologi hanya bisa dilakukan dengan kombinasi strategi bisnis dan riset untuk percepatan transfer teknologi. Jadi sudah tidak bisa hanya dengan pendekatan riset murni seperti dulu," kata Handoko.
Merespons video yang menampilkan ia disandingkan beda kelas dengan Habibie, Handoko menyatakan bahwa BRIN di bawah pimpinan dirinya tidak bermaksud membuat pertentangan antara era Habibie dan masa kini.
"Kebijakan di BRIN dan riset di Indonesia saat ini tidak dimaksudkan untuk membuat dikotomi antara era Habibie dan saat ini. Karena hal tersebut tidak relevan dan tidak penting," kata Handoko
"Tetapi setiap zaman membutuhkan pendekatan dan strategi yang berbeda mengikuti kondisi eksternal dan internal yang ada. Jadi bukan mana yang lebih baik atau buruk," lanjutnya.
(frl/gil)