Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI DIY) menemukan puluhan kasus joki wali murid atau joki perwalian sepanjang masa pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022.
Praktik joki wali murid yang ditemukan di sejumlah SMP di Kota Yogyakarta ini diduga dilakukan demi mengakali kebijakan zonasi.
"Jadi istilahnya ada perjokian wali. Menerima jasa perwalian (murid)," kata Kepala Keasistenan dan Pencegahan ORI DIY Chasidin di kantornya, Sleman, DIY, Senin (26/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Modusnya, orang tua murid mewalikan anaknya ke pihak lain pemilik dokumen perpindahan tugas ke DIY dan menyatakan hak perwalian melalui surat yang baru dibuat pada tanggal-tanggal di masa pendaftaran PPDB.
Perpindahan tugas orang tua/wali sedianya memang diatur sebagai variasi jalur pendaftaran PPDB bersamaan dengan zonasi, afirmasi, dan prestasi sesuai Pasal 12 Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021.
"Misalnya saya punya anak tapi saya titipkan anak saya ke saudara saya atau bahkan ke bawahan saya karena dia baru pindah tugas. Misalnya untuk didaftarkan sebagai wali agar ketika mendaftar di sekolah, khususnya di SMP di Kota Yogyakarta ini tidak perlu melalui jalur zonasi, sehingga otomatis diterima," paparnya.
Temuan ORI DIY bahkan menunjukkan ada beberapa wali murid yang sampai membawahi dua anak di dua SMP berbeda. Padahal, orangtua siswa tersebut juga tinggal di satu kota yang sama.
"Bahkan ada yang mewalikan anaknya tapi alamat si walinya di asrama. Tidak mungkin kan menitipkan anak ke wali tapi dia sendiri tinggal di asrama," ucapnya.
ORI DIY dalam hal ini memberikan saran kepada Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta berupa evaluasi berkala terhadap juknis dan pelaksaan PPDB minimal 6 bulan sebelum penyelenggaraan PPDB berikutnya dengan melibatkan stakeholder secara partisipatory.
"Juknis nggak pernah dievaluasi berkala. Kami sarankan evaluasi berkala untuk melihat kembali titik-titik bolongnya di mana melibatkan, lembaga, pegiat pelayanan pendidikan," kata Ketua ORI DIY Budhi Masturi.
"Misal di juknis PPDB SMA, surat keterangan pindah bisa berlaku 4 tahun, sehingga bisa buat jalur perpindahan orangtua. Bayangkan joki itu tadi bisa menggunkanan surat pindahnya dia selama 4 kali PPDB. Siapa saja bisa pesan ke dia kalau mau praktik kaya gitu tadi. Kenapa tidak 1 tahun, padahal setahun orang sudah bisa mengurus pindah domisili, KTP, ini kalau ada proses evaluasi ketahuan dan bisa direvisi," lanjutnya.
Lalu, melakukan sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat guna mengubah mindset tentang favoritisme sekolah. Menyusun regulasi daerah atau merevisinya untuk mengatur penyelenggaraan PPDB mulai dari masa pra hingga pasca.
Kemudian, menjatuhkan sanksi dan pembinaan kepada penyelenggara dan pelaksana layanan pendidikan sekolah yang terbukti melakukan pelanggaran sebelum sampai sesudah pelaksanaan PPDB. Serta, menjadikan praktik-praktik pelanggaran PPDB sebagai komponen penilaian akreditasi sekolah.