Isnur memandang langgengnya budaya kekerasan itu dikarenakan minimnya sanksi yang diberikan institusi Polri terhadap para anggotanya.
"Tentu kapolri harus tegas, memberikan sanksi yang tegas. Kita ingin melihat apakah di kasus Kanjuruhan ini bisa mencopot Kapolda Jatim. Untuk apa, agar memudahkan penyelidikannya," tuturnya.
Tak jauh berbeda, Bambang juga menyoroti banyaknya Perwira Menengah hingga Perwira Tinggi yang luput dimintai pertanggungjawaban dalam setiap aksi represif anggotanya. Menurutnya, kelompok-kelompok itu kerap kali tidak tersentuh bahkan terkesan dilindungi dari ancaman pemberian sanksi atau hukuman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus Obstruction of Justice peristiwa Sambo misalnya, sampai sekarang juga sebagian belum disanksi. Walaupun diberi sanksi, relatif tidak membuat efek jera," tuturnya.
Bambang lantas mempertanyakan komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang sebelumnya menyebut tidak akan segan 'memotong' pejabat Polri apabila terbukti bersalah. Karenanya, ia berharap pernyataan tegas Listyo tersebut dapat benar-benar dilakukan dan tidak sebatas gimmick semata.
"Kapolri kan sudah bilang, ikan busuk dimulai dari kepalanya, dan janji takkan segan memotong kepala satuan wilayah atau satuan tugas. Buktikan dong dengan tindakan," jelasnya.
Selain itu, Bambang juga meminta agar Listyo tidak perlu takut dan menunggu desakan dari publik terlebih dahulu untuk menjatuhkan sanksi terhadap bawahannya. Langkah seperti itu, kata dia, justru hanya akan membuat publik ragu terhadap komitmen Polri.
"Beliau seringkali nunggu desakan publik dengan alasan prosedural yang normatif baru melakukan tindakan. Kalau seperti itu publik akan susah percaya kepada Kapolri bahkan Polri," imbuhnya.
Di sisi lain, dirinya juga mempertanyakan hasil reformasi di tubuh Korps Bhayangkara yang digadang-gadang terus dilakukan sampai saat ini. Pasalnya menurut Bambang dampak dari reformasi tersebut masih terasa minim bagi publik.
"Reformasi di kepolisian terkait struktural, instrumental maupun kultural yang 'konon' sudah dijalankan itu dampaknya masih tak terlihat sampai saat ini," jelasnya
Lebih lanjut, Isnur memandang tragedi Stadion Kanjuruhan tersebut seharusnya dapat dijadikan sebagai momentum reformasi di internal kepolisian. Ia menegaskan, perubahan itu tidak dapat dilakukan hanya sebatas pada pemberian sanksi semata.
Menurutnya, harus ada perubahan kultur sedari awal mungkin di tubuh kepolisian. Mulai dari sistem pendidikan, keseharian, paradigma, hingga seluruh instrumen yang sudah ada.
"Ini tentu situasi dimana kita membutuhkan reformasi kepolisian. Jadi kepolisian pada situasi dimana perlu perubahan yang begitu banyak, yang radikal," ujarnya.
"Polisi harus mengubah karakternya, mengubah kulturnya, mengubah pendekatan dalam menghadapi massa. Jangan sampai kepolisian menjadi semakin jauh semakin brutal," sambungnya.
Selain itu, Isnur menilai pemerintah juga dapat berperan membantu hal tersebut dengan cara mengurangi postur anggaran belanja Polri yang dapat menimbulkan penggunaan kekuatan secara berlebihan.
"Jadi jangan sampai kepolisian sangat besar anggarannya untuk membeli gas air mata. Harusnya itu dikurangi semua, di defund semua, agar kemampuan polisi untuk terus berani melawan hilang," pungkasnya.
CNNIndonesia.com sudah mencoba menghubungi Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Karo Penmas Hunas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, dan Kabag Penum Humas Polri Kombes Nurul Azizah terkait aksi represif yang terus berulang ini. Namun hingga berita ini ditayangkan yang bersangkutan masih belum memberikan respon.
Sebelumnya Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengatakan semula pertandingan Arema vs Persebaya berlangsung lancar.
Namun setelah pertandingan berakhir, sejumlah pendukung Arema merasa kecewa dan beberapa di antara mereka turun ke lapangan untuk mencari pemain dan ofisial Arema.
Petugas pengamanan kemudian berupaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar suporter tidak turun ke lapangan dan mengejar pemain.
Semakin lama kekecewaan suporter makin kuat dan kemarahan tidak terkendali, karena disertai dengan lemparan benda-benda ke lapangan.
Guna meredakan kemarahan suporter, polisi melepaskan tembakan gas air mata ke arah suporter.
Dari tembakan air mata itu suporter yang mencoba menghindar kian tidak terkendali, sehingga harus mengorbankan penonton lain dengan menginjak-injak guna menyelamatkan diri.
Banyak dari penonton yang mengalami sesak napas akibat asap gas air mata. Cuitan netizen juga menyebutkan orangtua kehilangan balita lantaran situasi panik yang tidak terkendali akibat tembakan gas air mata polisi.
Kerusuhan yang terjadi di lapangan Kanjuruhan mengakibatkan dua kendaraan polisi dirusak, salah satunya dibakar. Penonton juga dilaporkan membakar fasilitas lain di stadion.
Tidak saja terjadi di dalam, kerusuhan juga berimbas ke luar stadion. Total delapan kendaraan polisi dirusak. Para pemain Persebaya sempat tertahan hingga satu jam di kendaraan taktis milik polisi. Mobil rantis yang ditumpangi Persebaya juga dilempari suporter Arema.
(tfq/dal)