Herdiansyah mengatakan sampai saat ini belum ada pernyataan dari Polri soal penggunaan kekuatan berlebihan dalam mengendalikan massa di Kanjuruhan. Padahal, penggunaan gas air mata di dalam stadion jelas-jelas dilarang berdasarkan aturan FIFA.
Ia menilai polisi terkesan mau cuci tangan dalam insiden ini. Ia mengatakan selain polisi, PSSI dan Kemenpora, semestinya juga bertanggung jawab atas kasus ini.
"Ketiadaan klaim pernyataan gagal dan bertanggung jawab penuh atas tragedi tersebut, pertanda mereka memang cenderung ingin lepas tangan," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang pun menegaskan fakta-fakta soal peristiwa sudah sangat gamblang, tetapi polisi tidak segera mengambil langkah tegas. Ia berharap tragedi Kanjuruhan dapat diusut tuntas sehingga mampu memperbaiki citra Polri yang belakangan memburuk.
Adapun peristiwa di Kanjuruhan bermula usai pertandingan Arema FC versus Persebaya dengan skor akhir 2-3. Sejumlah suporter Arema atau Aremania kemudian masuk ke area lapangan, mereka mencari pemain dan ofisial.
Namun, peristiwa itu direspons polisi dengan tembakan gas air mata ke lapangan dan tribun stadion. Akibatnya, para penonton berlarian karena panik.
Mereka sesak napas dan terinjak-injak hingga meninggal dunia. Di antara korban meninggal ada pula anggota polisi.
(pop/tsa)