Jakarta, CNN Indonesia --
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bakal mengakhiri masa tugasnya memimpin Ibu Kota pada 16 Oktober 2022. Namun tak semua program yang ia janjikan sejak awal terlaksana dengan mulus.
Jelang akhir masa jabatannya, Anies menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2022 tentang Rencana Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tahun 2023-2026. Aturan ini diteken Anies pada 10 Juni, atau tiga bulan sebelum ia purnatugas.
Secara garis besar, RPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan bagi daerah dengan masa jabatan kepala daerah yang berakhir pada 2022 atau 2023.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2021 tentang Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Bagi Daerah dengan Masa Jabatan Kepala Daerah Berakhir pada Tahun 2022.
Anies mengatakan bahwa penjabat (Pj) gubernur yang menggantikannya ataupun gubernur definitif nanti bisa menjadikan RPD sebagai pegangannya dalam melanjutkan pembangunan Jakarta.
"Ini yang harus diikuti oleh siapapun yang nanti menjalankan. Siapapun, namanya menjalankan kan. Jadi, kita ini tidak bekerja pakai selera," ungkap Anies beberapa waktu lalu.
Ada sejumlah program yang perlu dijalankan Pj gubernur maupun penerusnya selama periode 2023-2026. Di antaranya yakni, melanjutkan program proyek sumur resapan untuk pengendalian banjir, menargetkan jalur sepeda di Jakarta pada tahun 2026 mencapai 535,68 kilometer (km).
Kemudian, menargetkan peningkatan luas jalur pejalan kaki atau pedestrian di Jakarta pada 2026 mencapai 1.808.594 meter persegi, serta mengurangi target pembangunan rumah DP 0 Rupiah menjadi 9,081 unit dari target awal sejumlah 232.214 unit.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan Tata Kota Nirwono Yoga berpendapat bahwa RPD yang dirancang di era Anies itu tak wajib diikuti oleh Pj gubernur. Sebab, secara hukum tak ada aturan yang menyatakan ada sanksi apabila Pj gubernur tak mengikuti RPD tersebut.
"Secara hukum kan tidak ada sanksinya. Saya sebagai Pj Gubernur kalau tidak melakukan (program dalam RPD), apa saya dicopot? Kan enggak," kata Nirwono saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (4/10).
 Pekerja membuat sumur resapan di sejumlah titik di Jakarta, Kamis. 18 November 2021. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono |
Salah satu program dalam RPD yang tidak perlu dijalankan adalah sumur resapan. Nirwono menilai program itu tidak efektif menangani banjir dan hanya menghabiskan anggaran.
Di sisi lain, Pj gubernur yang akan menggantikan Anies juga harus jeli membaca situasi di lapangan terkait program sumur resapan ini. Terlebih program ini sejak awal mendapat banyak kritik, baik dari masyarakat maupun anggota DPRD.
"Contoh sumur resapan, orang tahu itu drainase vertikal dan sebagainya itu peninggalan Anies, maka gubernur yang jeli, tidak hanya perlu cerdas, jeli membaca akan menghindari program itu," ungkap Nirwono.
"Dia enggak lakukan program sumur resapan itu dia enggak rugi," imbuhnya.
Nirwono menilai Anies meninggalkan PR besar kepada penerusnya dalam hal penanganan banjir. Menurut dia selama lima tahun menjabat Anies dapat dikatakan gagal menangani masalah banjir yang selalu menghantui warga Ibu Kota.
"Ini jadi catatan merah buat Pak Anies, sekaligus jadi PR terberat bagi Pj gubernur dan gubernur definitif berikutnya," jelas dia.
Menurutnya Pj gubernur ataupun gubernur definitif nantinya harus benar-benar fokus mengurangi banjir lewat program-program yang lebih substansial. Ia menyebut seharusnya penanganan permasalahan banjir di Jakarta cukup dengan fokus pada pembenahan sungai.
"Otomatis sungai harus jadi peran utama untuk dibenahi. Mohon dengan sangat Pj gubernur dan gubernur selanjutnya jangan pakai istilah-istilah yang tidak perlu," jelas Nirwono.
Namun begitu di sisi lain, Nirwono mengapresiasi kinerja Anies selama lima tahun dalam sektor transportasi. Menurut dia Anies sudah cukup baik dalam hal mengintegrasikan transportasi antarmoda di Jakarta.
Oleh karena itu, penerus Anies nantinya harus bisa memperluas cakupan integrasi angkutan massal, seperti MRT yang harus dibuat koridor baru dari Timur ke Barat.
"Harus segera disusun untuk koridor baru MRT Timur-Barat. Dulu Timur Barat sudah direncanakan dari arah Grogol sampai Cawang, itu kemudian sudah ada renana dari Lebak Bulus ke TMII misalnya," ujar Nirwono.
"Ini kan perlu pengkajian dan kepastian, sementara kalau di Utara kita berharap sebelum 2024 itu sudah selesai ke arah Kota Tua," paparnya.
Selanjutnya, Nirwono berharap penerus Anies juga dapat memperluas cakupan operasional Bus Transjakarta, bahkan hingga ke kota-kota satelit seperti Depok.
"Perlu ada pelebaran, karena transportasi ini harus jadi ujung tombak warga Bodetabek menuju ke Jakarta," ungkapnya.
Namun, di sisi lain, ia menyoroti soal keberadaan LRT Jakarta yang masih belum optimal. LRT Jakarta saat ini baru beroperasi di rute Kelapa Gading-Rawamangun.
Menurut dia proyek LRT dapat dikatakan gagal karena sepi peminat. Pasalnya, rute tersebut dianggap terlalu pendek hanya sepanjang 5,8 km.
"Ini yang mengkhawatirkan tentang LRT-nya. Rawamangun-Kelapa Gading bisa dikatakan gagal. LRT yang ada di pinggiran itu dari Bekasi kemudian di Cibubur sampai arah Kuningan juga masih tanda tanya besar," ujar dia.
Nirwono turut menyoroti pembangunan jalur sepeda di era kepemimpinan Anies. Ia mengaku mendukung pembangunan jalur sepda.
Namun, kenyataannya masih sedikit pesepeda yang menggunakan jalur tersebut. Oleh sebab itu, menurut Nirwono hal ini menjadi tantangan bagi penerus Anies.
"Yang sudah ada ini tolong dibuktikan dulu, dengan masyarakat yang menggunakan sepeda, untuk jarak dekat aja dulu, enggak usah jauh-jauh," paparnya.
 Pesepeda melintasi jalur sepeda yang selesai dibangun di Jalan Lada, kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu (24/8/2022). Berdasarkan informasi Provinsi DKI Jakarta per 7 Agustus 2022, revitalisasi Kota Tua Jakarta telah mencapai 97 persen dan saat ini sedang dalam penyelesaian akhir. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa. |
"Ini penting, kalau tidak justru akan jadi bumerang lagi, buat apa buang-buang uang tapi jalur sepeda kosong. Itu PR pertama yang harus dikerjakan," imbuh Nirwono.
Hunian Warga DKI
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna di sisi lain menyoroti masalah penyediaan hunian bagi warga Jakarta pada era Anies lewat program DP 0 Rupiah.
Program DP 0 Rupiah menurut Yayat sejauh ini belum efektif menghadirkan hunian yang terjangkau bagi warga Jakarta. Terlebih saat ini program tersebut justru menyasar ke warga dengan pendapatan di atas Rp7 juta hingga Rp14 juta per bulan.
"Masalah dari penyediaan rumah DP 0 Rupiah ini adalah antara rencana, target dengan realisasi itu masih ada ketimpangan, kesenjangan," kata Yayat.
Yayat mengungkapkan bahwa sebetulnya banyak warga yang berminat dengan salah satu program andalan Anies semasa kampanye pada Pilkada 2017 itu. Namun, mereka tak lolos persyaratan, khususnya ketika pengecekan oleh Bank Indonesia (BI).
"Ternyata kelompok yang jadi sasaran DP 0 Rupiah itu adalah mereka yang rata-rata punya banyak utang piutang dengan perbankan. Misal masih punya cicilan motor, mobil, sehingga target untuk penyediaan DP 0 ini berubah-ubah," jelas dia.
Menurut dia yang jadi tantangan bagi penerus Anies ini nantinya adalah menyelaraskan target DP 0 Rupiah dengan pasar mereka. Ia mewanti-wanti jangan sampai unit yang dibangun sudah terlanjur banyak, namun peminat terbatas.
"Jadi yang harus dipertajam oleh siapapun yang melanjutkan program DP 0 ke depan adalah bagaimana memetakan kembali sebetulnya, siapa yang sebenarnya sanggup dan tidak punya persoalan dengan masalah keuangan untuk memilik rumah," kata Yayat.