Masdalina mengatakan sebelum membuat kebijakan, seharusnya pemerintah melakukan investigasi dengan benar.
"Jangan dulu membuat kebijakan ketika hasil investigasinya belum terkonfirmasi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya ada ketidaktelitian pemerintah dalam melakukan analisis kasus gagal ginjal akut. Mereka hanya memastikan berdasarkan hasil laboratorium forensik yang menunjukkan empat dari enam anak di dalam tubuhnya mengandung EG.
"Itu tidak bisa menunjukkan apa-apa, karena jutaan anak yang menggunakan obat itu baik-baik saja," tandasnya.
Ia mengatakan jika hasil investigasi belum ada maka semua kemungkinan harus tetap diperhitungkan karena hasil investigasi belum terkonfirmasi.
Adapun dampak dari kebijakan larangan penggunaan obat sirop membuat masyarakat resah dan kisruh. Padahal, kata dia, fungsi pemerintah adalah melindungi masyarakat, bukan malah membuat kegaduhan di masyarakat.
"Pemerintah mengatakan untuk sementara waktu, tapi sementara waktu itu kan tidak ada batasnya. Sementara itu sampai kapan? Masyarakat kan membutuhkan itu. Kita melarang, masyarakat belum sempat disosialisasi dan diedukasi kemudian kisruh di bawah," ujar Masdalina.
BPOM telah memerintahkan para perusahaan industri farmasi menarik lima produk obat sirop yang diduga mengandung etilen glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas aman.
Selain itu, BPOM juga memerintahkan kepada semua industri farmasi yang memiliki sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG melaporkan hasil pengujian mandiri. Ini sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha.
![]() |