Sebulan Tragedi Kanjuruhan: Gas Air Mata Aparat Tewaskan 135 Orang

CNN Indonesia
Senin, 31 Okt 2022 06:29 WIB
Tim gabungan yang dibentuk oleh Presiden Jokowi seperti sia-sia. Rekomendasi TGIPF soal Tragedi Kanjuruhan itu kini teronggok dalam laporan setebal 124 halaman.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo saat mengumumkan langsung penetapan enam tersangka Tragedi Kanjuruhan di Mapolresta Malang. (CNN Indonesia/Patricia Diah)

Siapa yang bertanggung jawab?

Semua pihak, mulai dari polisi, PT LIB, Indosiar sebagai broadcaster, panitia pelaksana sampai PSSI saling lempar tanggung jawab.

Polisi membantah tragedi Kanjuruhan terjadi akibat mereka yang menyemprotkan gas air mata secara sporadis. Polisi pun menyalahkan suporter yang dinilai anarkis.

"Tidak ada satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Senin (10/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun PSSI menyalahkan panitia pelaksana karena membiarkan penonton yang datang melebihi kapasitas.

Sementara itu, PT LIB dan Indosiar saling lempar soal penetapan jadwal pertandingan. Pasalnya, pihak Polres Malang sempat meminta agar jadwal pertandingan dimundurkan karena alasan keamanan.

Namun, mereka tidak menjalankan rekomendasi itu. Pertandingan tetal digelar pukul 20.00 WIB.

Mahfud MD pun angkat suara soal itu. Menurutnya, saling lempar tanggung jawab adalah bukti kacaunya sepakbola di Indonesia.

"Bahwa terjadi saling menghindar dari tanggung jawab operasional lapangan antara federasi, pengelola liga, panitia pelaksana, pihak keamanan, hingga penyelenggara siaran menjadi bukti bahwa penyelengaraan Liga Sepak Bola Nasional agak kacau," kata Mahfud Md dalam pernyataan akun Instagram resminya, Rabu, (12/10).

Sampai ini, polisi telah menetapkan enam orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT LIB Ahkmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno.

Ketiganya dikenakan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 130 ayat 1 Jo Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022.

Kemudian tiga tersangka lain, yaitu Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, serta Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman. Mereka dikenakan dengan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP.

Selain itu sejumlah pejabat polisi pun telah dicopot dan dimutasi pascatragedi Kanjuruhan itu termasuk Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dan Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta.

Di satu sisi, Komnas HAM masih mencari siapa yang paling bertanggung jawab. Komnas HAM menyorot soal perencanaan pengamanan.

Beberapa yang didalami Komnas HAM adalah mengapa pengamanan sepakbola melibatkan brimob dan TNI, dan mengapa gas air mata bisa digunakan di dalam stadion sepakbola.

Mereka pun mendalami sejumlah aturan, terutama soal perjanjian kerja sama (PKS) antara kepolisian dan PSSI. Menurutnya, kedua lembaga/organisasi itu tak bisa saling lempar tanggung jawab karena ada aturan bersama yang telah disepakati.

Namun, dalam PKS itu tidak ada klausul larangan masuknya gas air mata ke stadion. Padahal, hal itu dilarang FIFA dalam statuta mereka.

"Jadi problem-nya memang struktural dan mendasar," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Jakarta Pusat, Rabu (19/10).

Diketahui, sampai saat ini tercatat 135 orang meninggal dan lebih dari 400 orang luka-luka akibat Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober lalu.

Sementara itu di Malang, desakan pengusutan tuntas terus bergema. Sudah dua kali aksi dilakukan. Dari aksi diam di depan Balai Kota beberapa hari lalu, hingga aksi menyuarakan sembilan tuntutan di tempat yang sama pada Kamis (27/10).

Salah satu tuntutan aksi yang dilakukan pada Kamis lalu adalah mereka menolak hasil rekonstruksi Tragedi Kanjuruhan yang dilakukan di Mapolda Jatim. Diketahui dalam rekonstruksi itu tak ada adegan penembakan gas air mata ke arah tribun penonton.

Selain itu rencana autopsi dua korban yang sejatinya dilakukan pada Kamis (20/10) batal dilakukan dengan alasan dari pihak keluarga. Pihak keluarga korban mengaku salah satu pembatalan itu karena merasa terintimidasi.

"Saya eman (sayang) keluarga kalau ada apa-apa," kata orang tua korban, D, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Rabu (19/10).

D mengaku sedang tertekan secara mental. Terlebih ia merasa menghadapi semua sendiri. 

D kini hanya berharap Tuhan membalas segala perlakuan yang dialaminya serta dua anaknya yang telah tiada.

"Stres mas. Berjuang menghadapi sendiri. Tahu sendiri lawannya siapa," ucapnya tanpa merinci pihak yang dia maksud.

"Biar baju anak saya jadi buktinya. Dan azab Allah yang membalas," pungkas D.

Pendamping Hukum Tim Gabungan Aremania sekaligus Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan mengatakan, D mulanya didampingi oleh pengacara dari aliansi lain.

Tapi D tak didampingi secara penuh, hingga saat dia didatangi beberapa orang dan diduga diintimidasi. D akhirnya meminta pendampingan KontraS.

"Sebelumnya dia punya lawyer, selama dia jadi kliennya enggak ada pendampingan apapun, itu membuat dia semakin takut. Tapi sampai sekarang secara formil surat kuasa belum dicabut. Tapi dua hari belakangan D ke sini dan minta pendampingan," kata Andy.

Sebelumnya, Kapolda Jatim Inspektur Jenderal Toni Harmanto membantah ada dugaan intimidasi kepada keluarga korban yang mengajukan autopsi. Toni pun meminta agar publik mengonfirmasi langsung ke keluarga korban yang dimaksud. Apakah betul ada dugaan intimidasi itu atau tidak.

"Silakan dikonfirmasi ke yang bersangkutan soal itu. Info ini sudah diketahui publik, info-info itu bisa dikonfirmasi," ucap Toni di RSSA Malang, Rabu (19/10).

Autopsi Korban Kanjuruhan

Dua anggota keluarga sejak jauh hari telah meminta permohonan autopsi jenazah korban Kanjuruhan untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian.

Polisi diketahui telah mengumumkan penyebab kematian ratusan nyawa di Stadion Kanjuruhan itu bukan disebabkan oleh gas air mata, melainkan karena kehabisan napas terinjak-injak.

Namun seiring permohonan autopsi itu banyak ditemui kendala, termasuk dugaan intimidasi aparat terhadap pihak keluarga. Bahkan pihak keluarga sempat mendadak berniat mengurungkan niat permohonan autopsi tersebut.

Belakangan, Anggota TGIFP, Laode M Syarif menginformasikan ada rencana autopsi terhadap dua korban Kanjuruhan pada 5 November mendatang.

Polri mengklaim proses autopsi bakal melibatkan sejumlah pihak, mulai dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Jatim, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kompolnas dan penyidik

(yla/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER