Di satu sisi, KPK mengaku tengah melakukan kajian terhadap penerapan restorative justice dalam tindak pidana korupsi.
Restorative justice adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam acara webinar nasional bertajuk 'Restorative Justice untuk Penyelesaian Kasus Korupsi', Jumat (28/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai saat ini kami masih melakukan kajian tentang penerapan restorative justice pada tindak pidana korupsi. Ini adalah proses pencarian bentuk bagaimana agar proses hukum itu benar-benar menyelesaikan masalah bangsa ini dari tindak pidana korupsi," ujar Ghufron.
Meski begitu, Ghufron menekankan KPK saat ini masih mengikuti proses peradilan yang bersifat iniquisitoir atau pemeriksaan. Artinya, kebenaran akan didapatkan melalui serangkaian proses mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga mencari kebenaran materiil di persidangan.
"Melalui putusan pengadilan ini diharapkan dapat menghasilkan kebenaran dan keadilan baik bagi pelaku tindak pidana korupsi, korban, dan kepentingan negara," kata Ghufron.
Dalam agenda yang sama, Kepala Biro Perencanaan pada Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan RI Narendra Jatna menilai jika korupsi dipandang hanya dari sisi pengembalian jumlah nominal, maka penerapan restorative justice tidak tepat digunakan.
Sebab, menurut Narendra, kasus korupsi besar biasanya akan berbarengan dengan tindak pidana lainnya seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), pajak, dan tindak pidana umum lain.
"Jadi, tidak mudah kalau menggunakan restorative justice itu semata-mata dalam konteks kacamata tindak pidana korupsi. Dan tidak mungkin juga kalau alasannya (uangnya) dikembalikan selesai (kasusnya) karena sangat dimungkinkan tindak pidana korupsi itu ada pembarengan dengan tindak pidana lain," terang dia.
Akan tetapi, Narendra menjelaskan konsep restorative justice bisa dipertimbangkan untuk digunakan dalam kasus khusus. Misalnya untuk mengembalikan aset koruptor yang berada di luar negeri. Sebab, sejauh ini banyak koruptor yang menyimpan aset di luar negeri dan sangat sulit dikembalikan.
Sementara itu, Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Umi Rozah menjelaskan proses pidana bagi pelaku korupsi harus tetap ada. Hal itu sebagai pertanggungjawaban moral kepada masyarakat yang telah dirugikan dari praktik korupsi.
Menurut dia, restorative justice dalam kasus korupsi hanya menguntungkan pelaku.
"Karena korbannya dari korupsi bukan individual tapi masyarakat. Kemudian dari sisi nilai keadilan apakah adil suatu kasus korupsi diterapkan restorative justice? Bagi pelaku iya, bagi masyarakat tidak," kata Umi.
Umi mengidentifikasi korupsi yang bisa menggunakan konsep restorative justice dengan pelbagai pertimbangan. Pertimbangan itu antara lain: nilai kerugian negara ringan, kesalahan terdakwa tidak signifikan, kedudukan terdakwa dalam tindak pidana korupsi tidak utama, dampak korupsi tidak besar dalam pelayanan masyarakat dan perekonomian negara, dan korupsi yang tidak menarik perhatian publik.
(blq, ryn/kid)