Maming disebut jaksa kukuh meminta Raden Dwidjono agar tetap memproses pelimpahan IUP OP PT BKPL ke PT PCN dengan mengatakan:
"Sudahlah Pak Dwi diproses saja karena pemberian perizinan dari pemerintah kepada pihak swasta merupakan suatu kebijakan sehingga bila terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku itu ranahnya Tata Usaha Negara yang mana itu pak Dwi kalo terjadi kesalahan paling fatal paling hanya pencabutan terhadap perizinan yang kita terbitkan."
"Selanjutnya Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo menyanggupinya dengan mengatakan 'nggeh Pak'."
Seminggu kemudian, Maming dengan dengan nada tinggi meminta Buyung menemui Raden Dwidjono untuk menanyakan perkembangan proses pengalihan IUP OP PT BPKL kepada PT PCN yang belum ditindaklanjuti dengan mengatakan: "Padahkan lawan pak Dwi, yang permohonan pengalihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN Lakasi!" yang artinya "Sampaikan ke pak Dwi, yang permohonan pengalihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN, cepatkan!"
Buyung lantas menemui Raden Dwidjono dan menyampaikan perintah Maming tersebut. Raden Dwidjono dkk lantas menggelar rapat kembali.
"Pada saat rapat itu diambil keputusan akan menindaklanjuti perintah terdakwa dengan memproses permohonan pengalihan/pelimpahan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN yang diajukan Henry Soetio (Alm) walaupun permohonan PT PCN tersebut tidak melampirkan syarat administrasi berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), Laporan Eksplorasi dan Studi Kelayakan (Feasibility Study)," terang jaksa.
Lihat Juga : |
Pada rapat itu, Raden Dwidjono meminta Bambang dan Eko Handoyo untuk membuat draf evaluasi dan rekomendasi Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu dan draf Surat Keputusan Pelimpahan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN.
Raden Dwidjono juga meminta Buyung untuk menerbitkan peta dan titik koordinat wilayah PT BKPL sebagai salah satu kelengkapan syarat administrasi.
Pada 12 Mei 2011, Raden Dwidjono menandatangani Surat Rekomendasi Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nomor: 545/661.I/PU/TAMBEN perihal Rancangan Keputusan Bupati tentang Persetujuan Pelimpahan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN.
Selang tiga hari setelahnya, Raden Dwidjono menandatangani Surat Rekomendasi Kepala Dinas Pertambangan Nomor: 545/662/PU/Tamben tentang Persetujuan Rancangan Keputusan Bupati dan memparaf Draf Surat Keputusan Bupati tentang Persetujuan Pelimpahan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN.
Selanjutnya sekitar Juni 2011, Raden Dwidjono menyerahkan Draf Surat Keputusan Bupati tentang Persetujuan Pelimpahan IUP OP tersebut kepada Maming di rumahnya untuk ditandatangani.
"Selanjutnya, terdakwa menandatangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batu Bara PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara yang hanya diparaf oleh Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo dan belum diparaf oleh Sekda, Asisten II dan Kabag Hukum," imbuh jaksa.
Kemudian Raden Dwidjono menyerahkan Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu tentang Persetujuan Pelimpahan IUP OP batu bara dimaksud yang telah ditandatangani oleh Maming kepada Bambang untuk diberi Nomor: 296 Tahun 2011 dan diberi tanggal mundur (backdate) tertanggal 16 Mei 2011 serta dicap stempel Bupati Tanah Bumbu.
Pada 28 Juli 2011 dilakukan perubahan Akta PT ATU dengan melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang mengubah susunan pengurus PT ATU yang semula Rois Sunandar menjabat Komisaris Utama dengan kepemilikan saham sebesar 80 persen diganti dengan Muhammad Aliansyah yang merupakan pegawai PT Batulicin Enam Sembilan.
Sedangkan komisaris masih tetap Muhammad Bahruddin dengan kepemilikan saham 20 persen serta Wawan Surya selaku Direktur PT ATU berdasarkan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Nomor 86.
Pada 2 April 2012 dilakukan kembali perubahan Akta PT ATU berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang mengubah susunan pengurus PT ATU dengan memasukkan PT PCN sebagai pemilik saham sebesar 70 persen dan Muhammad Bahruddin selaku Komisaris mendapatkan pengalihan 10 persen dari Muhammad Aliansyah sehingga memiliki saham menjadi sebesar 30 persen.
Serta mengangkat Henry sebagai Direktur PT ATU dan Muhammad Bahruddin tetap menjabat sebagai Komisaris berdasarkan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Nomor 1 yang ditandatangani Notaris Rasfiendra Ronadinihari.
Pada 17 Juli 2013, atas sepengetahuan Maming, dibentuk PT Trans Surya Perkasa (TSP) yang bergerak di bidang Jasa Pengelolaan Pelabuhan dengan susunan pengurus Muhammad Bahruddin menjabat Komisaris dan Muhammad Aliansyah menjabat Direktur berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT TSP Nomor 108 yang ditandatangani Notaris Sri Hartini.
Pada 31 Juli 2013 dibentuk juga PT Permata Abadi Raya (PAR) yang bergerak di bidang Pembangunan, Perdagangan dan Perindustrian, Pengangkutan, Pertanian dan Jasa, dengan susunan pengurus Muhammad Bahruddin selaku Komisaris dengan kepemilikan saham 75 persen dan Wawan Surya selaku Direktur dengan kepemilikan saham 25 persen berdasarkan Akta Pendirian Perserotan Terbatas PT PAR Nomor: 158 yang ditandatangani Notaris Sri Hartini.
Selanjutnya pada tahun 2014 ketika IUP OP PT PCN sudah berproduksi dan beroperasi proses penambangannya, tanggal 28 Februari 2014, atas permintaan Maming, dilakukan kembali perubahan Akta PT ATU.
Kali ini dengan memasukkan PT TSP kepada PT ATU yang seolah-olah memiliki saham sebesar 30 persen, perubahan ini berdasarkan Salinan/ Grose Akta Pernyataan Keputusan di Luar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT ATU Nomor 3 yang ditandatangani Notaris Deny Adam Hakim.
"Adapun alasan masuknya PT TSP dalam kepemilikan saham di PT ATU agar Henry Soetio (Alm) dapat memberikan fee kepada terdakwa melalui PT TSP dalam bentuk Dividen karena terdakwa selaku Bupati Tanah Bumbu telah membantu proses pengalihan IUP OP PT BKPL kepada PT PCN," ucap jaksa.
Jaksa menduga Maming yang notabene merupakan kader PDIP sekaligus mantan Bendahara Umum PBNU ini menerima suap senilai total Rp118.754.731.752.
Maming didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
(ryn/isn)