Dalam beberapa tahun terakhir, Kota Jakarta secara global telah memimpin jalan dalam integrasi dan infrastruktur transportasi publik, termasuk tiket terintegrasi yang membawa paratransit di bawah skema integrasi percontohan, disebut JakLingko.
Pada saat bersamaan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta secara aktif melakukan sejumlah kolaborasi, salah satunya adalah perwujudan MRT Jakarta. Kolaborasi mutlak dibutuhkan dalam perluasan transportasi umum, termasuk dengan dunia internasional. Yang terbaru, Pemprov DKI berkolaborasi membuat film dokumenter bertajuk The Future is Public Transport.
Dalam kampanye bertajuk sama yang bertujuan mengangkat pentingnya angkutan umum perkotaan dalam agenda G20 dan COP27 sebagai solusi kunci mengatasi tantangan iklim, ekonomi, dan kesehatan masyarakat, Pemprov DKI berkolaborasi dengan C40, ITF, dan UITP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Gubernur DKI Anies Baswedan menegaskan bahwa kolaborasi krusial dibutuhkan di kepemimpinan G20. Kepemimpinan G20 disebut dapat membantu pemerintah kota dalam transisi menuju transportasi publik berkelanjutan.
"Banyak pemerintah kota mungkin tidak memiliki cukup akses ke pembiayaan, mereka mungkin tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk benar-benar melaksanakan rencana tersebut. Tetapi dengan dengan dukungan pemerintah pusat (kerangka kelembagaan yang tepat dan regulasi yang gesit), mereka akan mampu melakukannya," kata Anies.
Senada, Regional Director for East, Southeast Asia and Oceania untuk C40 Cities, Milag San Jose-Ballesteros turut mengungkapkan bahwa dibutuhkan kolaborasi guna mencapai transportasi publik yang berkelanjutan, khususnya kolaborasi multi-level dan multi-stakeholder.
"Jadi di mana, misalnya, beberapa otoritas pemerintah pusat atau badan transportasi nasional, Bapenas sebagai badan perencanaan, serta kementerian lingkungan hidup dan mereka yang memiliki otoritas, dalam hal kebijakan transportasi, itu akan mempengaruhi keadaan di metropolitan. Saya pikir itu satu hal kunci. Selain itu juga perlu adanya pemahaman yang baik bahwa ada banyak pembelajaran yang bisa terjadi antara pemangku kepentingan yang berbeda," papar Milag.
Sejalan dengan pelaksanaan G20 yang mengusung tema 'recover together, recover stronger', serta pertemuan konferensi iklim COP 27 yang juga membahas integrasi dan kolaborasi dalam aksi perubahan iklim, kolaborasi harus menjadi titik utama terkait pembangunan, termasuk penyediaan transportasi publik yang berkelanjutan.
Hal itu juga didukung Sekjen UITP-The International Association of Public Transport, Mohamed Mezghani yang menyatakan setidaknya ada dua isu utama dalam penyediaan transportasi publik berkelanjutan.
"Jadi tentunya selagi kita menuju COP27, sangat penting bagi kita untuk membuat progres signifikan terkait isu krusial. Ada dua isu utama. Yang pertama adalah tentang ambisi iklim dan finansial iklim. Ini adalah dua topik utama agenda COP27, dan kesuksesan transportasi publik sangat penting untuk semua strategi pengurangan emisi di sektor transportasi," kata Mezghani.
Bersamaan dengan pernyataan itu, Minister for Transport, Mobility and the Urban Agenda of Spain Raquel Sánchez Jiménez turut mengutarakan pentingya pemahaman yang sama untuk berkolaborasi dalam komitmen G20 dan COP27.
"Saya pikir kita semua harus sepakat tentang ini (komitmen kolaborasi dalam transportasi publik), adalah bahwa kita hanya dapat mengatasi tantangan ini, dan kita hanya dapat mengusulkan solusi jika kita semua melakukannya bersama-sama, dan jika kita semua bersatu untuk melakukannya. Tidaklah dapat diandalkan untuk masing-masing bertindak sebagai individu tanpa, tentu saja, memiliki komitmen global itu," ujar Raquel.
Seruan untuk berkolaborasi dan menjadikan transportasi publik yang berkelanjutan sebagai solusi permasalahan pembangunan dan perubahan iklim semakin banyak digaungkan. Oleh karena itu, delegasi-delegasi dalam pertemuan G20 dan COP27 diharapkan dapat mengintegrasikan urgensi penyediaan transportasi publik yang berkelanjutan ke dalam komitmen dan aksi konkrit.
(osc)