Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) hanya menghabiskan dana sebesar Rp900 juta untuk membangun fasilitas pendidikan Muhammadiyah Secondary School Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Padahal, dana sosial yang diterima ACT dari The Boeing Company (Boeing) Rp2 miliar lebih untuk masing-masing ahli waris atau keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 2018 lalu.
Hal itu diungkapkan oleh saksi yang merupakan penyidik Bareskrim Polri John Jefry dalam persidangan dengan terdakwa eks Presiden Yayasan ACT Ahyudin di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (22/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
John berujar pernah menerima informasi dari masyarakat mengenai dugaan penyelewengan dana sosial yang diberikan Boeing kepada ahli waris melalui Yayasan ACT. Dari informasi tersebut, dia membuat laporan polisi tipe A.
"Laporannya apakah dia [ahli waris] itu tidak menerima [dana sosial] semua atau gimana?" kata hakim.
"Hanya menyampaikan ada dana yang dikelola ACT atas nama ahli waris dia dan ada pembangunan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta namun dana yang diajukan oleh ACT Rp2 miliar hanya dihabiskan Rp900 jutaan," kata John.
"Yang di Wonosari, kan ada selisih. Itu selisihnya lari ke mana?" lanjut hakim.
"Itu kita kurang tahu," aku John.
John menyatakan sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris menerima masing-masing sebesar US$144.320 atau senilai Rp2 miliar (kurs Rp14.000,-). Ia menerima informasi mengenai dugaan penyelewengan dana sosial oleh pengurus Yayasan ACT oleh masyarakat pada Juli 2022.
Menindaklanjuti informasi itu, John setidaknya mengetahui ada penyelewengan pembangunan fasilitas sosial oleh Yayasan ACT di Wonosari dan Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung.
"ACT melakukan pemotongan?" tanya hakim.
"Kalau mengambil keuntungan atau tidak, saya tidak mengetahui. Tapi, setiap dana sosial yang didapat Rp2 miliar, pihak ACT enggak menghabiskan dana yang disediakan. Yang saya ketahui hanya Yogyakarta dan Pangkal Pinang," kata John.
Dalam kesaksiannya di persidangan ini, John lebih banyak menyatakan tidak tahu terkait proses penanganan informasi dugaan penyelewengan dana sosial oleh pengurus Yayasan ACT.
Termasuk soal hasil audit peruntukan dana ratusan miliar yang diberikan Boeing kepada 189 ahli waris melalui Yayasan ACT. Pun dengan pembangunan fisik Gedung SMP Muhammadiyah Wonosari, John tidak melakukan pengecekan.
Adapun Ahyudin didakwa telah menggelapkan dana ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang diberikan oleh perusahaan Boeing sebesar Rp117,98 miliar.
Tindakan itu ia lakukan bersama-sama dengan Ibnu Khajar selaku Presiden ACT periode 2019-2022 dan Hariyana Hermain selaku Senior Vice President dan Anggota Dewan Presidium ACT.
Sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris telah mendapatkan santunan dari perusahaan Boeing yaitu masing-masing ahli waris memperoleh dana sebesar US$144.320 atau senilai Rp2 miliar (kurs Rp14.000,-).
Santunan tersebut diterima langsung oleh ahli waris sendiri. Selain itu, ahli waris juga mendapatkan dana santunan berupa dana sosial BCIF dari perusahaan Boeing yang selanjutnya secara aktif pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan bahwa Yayasan ACT telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari perusahaan Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari perusahaan Boeing.
Keluarga korban diminta untuk merekomendasikan Yayasan ACT kepada pihak perusahaan Boeing serta diminta untuk menandatangani dan mengisi beberapa dokumen/formulir pengajuan yang harus dikirim melalui email ke perusahaan Boeing.
"Bahwa terdakwa Ahyudin bersama dengan Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp117.982.530.997 di luar dari peruntukannya," ujar jaksa dalam surat dakwaan.
"Yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak perusahaan Boeing sendiri," sambungnya.
Atas perbuatannya, Ahyudin, Ibnu dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(ryn/fra)