Propam menemukan bahwa Ismail pernah memberikan uang koordinasi kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto. LHP Propam menyebut uang itu diserahkan langsung kepada Agus di ruang kerja di Gedung Bareskrim Polri.
"Dalam bentuk USD sebanyak 3 kali yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 senilai Rp2 miliar setiap bulannya," bunyi LHP tersebut.
Dalam LHP yang sama disebutkan bahwa pertemuan antara Agus dengan Ismail terjadi berkat perantara Budi Haryanto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi juga disebut mengenal para pengusaha tambang batu bara ilegal di wilayah Kaltim. LHP mengatakan Budi menerima uang koordinasi untuk kebutuhan oprasional setiap bulannya. Salah satunya terkait operasional kunjungan pimpinan sebesar Rp800 juta dari Ismail Bolong.
Adapun besaran uang koordinasi yang diterima Budi berkisar antara Rp500-700 juta setiap bulannya. Sementara total uang yang telah diterima Budi diperkirakan mencapai Rp3-5 Miliar.
"Selama menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter tidak pernah melakukan penindakan penambangan batubara ilegal di Provinsi Kaltim dengan alasan adanya kebijakan dari atas Dirtipidter Bareskrim Polri," bunyi LHP Propam.
Dalam dokumen yang sama, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto juga disebut telah mengenal Ismail Bolong.
Hal itu diketahui lewat adanya surat Dumas yang diduga bekerja di wilayah kawasan hutan Gunung Menangis wilayah kerja PKP2B milik PT Mahakam Sumber Jaya. Padahal Ismail bukanlah pemilik PKP2B dan tidak ada kerjasama.
"Tidak melakukan penindakan dikarenakan mendapat informasi dari Kombes Budi Haryanto Kasubdit V Dittipidter bahwa ada atensi dari Komjen Agus Andrianto Kabareskrim Polri," bunyi LHP Propam.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, Propam menyatakan telah da bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran oleh anggota Polri dalam kasus tersebut.
Propam juga menyimpulkan adanya pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres,Polda Kaltim dan Bareskrim Polri.
"Direkomendasikan kepada Jenderal agar Kapolda Kaltim melakukan pembenahan manajerial terkait penanganan dan pengelolaan tambang di Polda Kaltim," bunyi kesimpulan LHP Propam.
"Dan Kabareskrim Polri melakukan pengawasan yang ketat serta menindak oknum yang masih melakukan kegiatan penambangan ilegal maupun pungli (gratifikasi) terhadap kegiatan penambangan ilegal," tutup LHP Propam.
CNNIndonesia.com sudah mencoba menghubungi Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono, Kabareskrim Polri Agus Andrianto terkait kasus dugaan suap tambang ilegal tersebut.
Namun hingga berita ini ditayangkan Agus hanya membaca pesan singkat yang dilayangkan. Sementara itu, Dedi dan Syahar masih belum memberikan respons.
Sebelumnya, mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambomengakui menandatangani surat penyelidikan terhadap Kabareskrim Komjen Agus Andrianto terkait dugaan menerima gratifikasi tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Sambo juga mengonfirmasi surat penyelidikan yang beredar di publik adalah benar dan asli.
"Ya sudah benar itu suratnya," kata Sambo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada hari ini, Selasa (22/11).
Namun, Sambo enggan menanggapi terkait surat itu lebih lanjut. Ia juga tak mengomentari terkait dugaan gratifikasi oleh Agus.
"Tanya ke pejabat yang berwenang, kan surat itu sudah ada," ujarnya.
(tfq/bmw)