Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta segera bersikap tegas terkait kasus dugaan suap tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur yang menyeret Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Mestinya, kasus ini bisa jadi momentum Kapolri membenahi Korps Bhayangkara.
Kasus ini mulanya mencuat ke publik dari pengakuan Ismail Bolong, seorang mantan anggota Polri berpangkat aiptu yang pernah bertugas di Polres Samarinda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku sebagai pengepul batu bara ilegal di Kaltim dan menyebut ada aliran dana kepada sejumlah anggota Polri.
Kemudian, terdapat dua salinan laporan hasil penyelidikan (LHP) yang dilakukan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait penambangan batu bara ilegal yang dibekingi dan dikoordinir oleh anggota Polri serta Pejabat Utama (PJU) Polda Kaltim. LHP itu masing-masing tercatat dengan tanggal 18 Maret 2022 dan 7 April 2022.
Dalam LHP itu, Agus disebut menerima uang koordinasi Ismail Bolong senilai Rp2 miliar setiap bulan. Setoran itu tercatat sebanyak tiga kali, sehingga totalnya Rp6 miliar. Pemberian uang itu disebut menggunakan mata uang asing atau dolar Amerika.
Selain itu, disebutkan bahwa Ismail Bolong juga memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri yang diserahkan kepada Kombes Budi Haryanto selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak tiga kali sebesar Rp3 miliar setiap bulan. Uang itu untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Propam Polri membenarkan soal penyelidikan dugaan suap tambang ilegal yang diungkapkan Ismail Bolong.
Eks Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan juga mengonfirmasi laporan itu dan menyebut memeriksa langsung Ismail Bolong.
Pakar hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto berpendapat Kapolri perlu segera bersikap dalam kasus ini. Ia mengatakan nama baik Polri harus dikembalikan sebagai alat negara yang memegang fungsi keamanan, pelindung, dan pengayom masyarakat.
"Semuanya harus dibersihkan, bukan persoalan kita menghindari perang bintang, tapi persoalannya semangat untuk membersihkan Polri dari tindak kriminal dan pidana yang seharusnya malah dibersihkan oleh mereka. Itu semangatnya," kata Aan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (25/11).
Menurut Aan, kasus ini bisa jadi momentum bagi Polri untuk bersih-bersih. Ia pun menyinggung kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J yang dilakukan Ferdy Sambo serta peredaran gelap narkoba yang diduga dilakukan mantan Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa.
"Kapolri harus bersikap, sekalian ini sudah momentum Polri bersih-bersih diri. Ini sudah ada yang tersangkut pembunuhan, tersangkut narkoba sudah, kalau ada indikasi tersangkut tambang ya, diproses sekalian," ujar dia.
Di sisi lain, ia menilai asas praduga tak bersalah juga harus ditegakkan dalam kasus ini. Menurut Aan, pernyataan Ismail, Hendra, dan Sambo masih bersifat dugaan.
Karena itu, untuk membuktikan itu semua, ia menyarankan Kapolri membuat tim khusus seperti dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
"Kalau ingin tahu ini benar atau tidak, seharusnya dengan membentuk tim itu langkah konkretnya. Ketika nanti penyelidikan tidak ada unsur itu dan tidak terbukti ada setoran itu, ya enggak apa-spa sudah diklirkan, dikembalikan nama baiknya," kata dia.
Jika Kapolri tidak kunjung bersikap, Aan menilai Presiden Joko Widodo perlu turun tangan. Menurutnya, keengganan Kapolri mengambil sikap bisa membuat dugaan bahwa suap dalam kasus itu tidak hanya mengalir ke Kabareskrim.
"Khawatirnya ini tidak hanya sebatas pada kabareskrim, bisa ke atasnya. Presiden bisa bertindak kalau sampai lama ini Kapolri tidak bertindak. Ini kan ada sesuatu," ucapnya.
Bersambung ke halaman berikutnya.