Jakarta, CNN Indonesia --
Pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia dan global mulai menunjukkan tren penurunan kasus secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Meskipun kasus mulai melandai, Badan Kesehatan Dunia (WHO) masih belum memutuskan untuk mencabut status pandemi Covid-19. Selain Covid-19, Indonesia juga mengidentifikasi sejumlah penyakit baru sepanjang 2022 ini.
Berikut rangkuman penyakit baru dan permasalahan kesehatan di Indonesia sepanjang 2022
Puncak Tertinggi Covid di Indonesia
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia mencetak penambahan kasus pandemi Covid-19 tertinggi yakni sebanyak 64.718 kasus yang terjadi pada 16 Februari 2022. Jumlah itu telah melampaui puncak kasus gelombang dua akibat varian Delta dengan 56.757 kasus sehari pada 15 Juli 2021 lalu. Kenaikan itu disebabkan oleh varian Omicron.
Selanjutnya tren penurunan kasus Covid-19 mulai terjadi sejak pertengahan April dengan kasus harian yang dilaporkan di bawah seribu kasus. Kemudian tren kenaikan kembali terjadi pada Juni dengan ribuan kasus yang dilaporkan hingga saat ini.
Hepatitis Akut Misterius
WHO menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai kasus Hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya (Acute hepatitis of unknown aetiology). Pemeriksaan laboratorium telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.
Pada 15 April, WHO menetapkan penyakit misterius ini sebagai KLB. Usia anak-anak yang mengidap penyakit misterius ini berkisar dari 1 bulan hingga 16 tahun. Namun, lebih dari 75 persen kasus terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun.
Adapun Indonesia mulai mengidentifikasi kasus ini sejak 27 April. Kemenkes per 28 Juni mencatat dari puluhan kasus yang dilaporkan, enam anak dinyatakan meninggal dunia.
Cacar Monyet
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan seorang WNI terkonfirmasi menderita monkeypox alias cacar monyet pada 19 Agustus 2022. Pasien tersebut merupakan seorang laki-laki berusia 27 tahun, dengan riwayat perjalanan ke Belanda, Swiss, Belgia dan Perancis sebelum tertular.
Berdasarkan penelusuran, pasien bepergian ke luar negeri antara tanggal 22 Juli hingga tiba kembali di Jakarta pada 8 Agustus 2022. Pasien mulai mengalami gejala awal monkeypox di tanggal 11 Agustus 2022.
Setelah berkonsultasi ke beberapa fasilitas kesehatan, pasien masuk ke salah satu rumah sakit milik Kemenkes pada tanggal 18 Agustus dan hasil tes PCR pasien terkonfirmasi positif pada malam hari tanggal 19 Agustus.
Hingga September 2022, Kemenkes memastikan kasus konfirmasi cacar monyet di Indonesia berjumlah satu kasus. Sementara puluhan lainnya yang sebelumnya dinyatakan suspek sudah dipastikan discared lantaran kebanyakan dari mereka terkonfirmasi cacar air.
Berlanjut ke halaman berikutnya...
Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)
Kemenkes melaporkan jumlah kasus kematian GGAPA di Indonesia mencapai 200 kasus per 18 November. Sementara total secara kumulatif berjumlah 324 kasus. Ratusan kasus GGAPA itu berasal dari 27 provinsi di Indonesia. Kasus ini diklaim tidak mengalami penambahan sejak akhir November.
Penyebab penyakit ini masih misterius, namun terdapat kecenderungan bahwa GGAPA disebabkan oleh keracunan senyawa zat pelarut dalam obat sirop seperti etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Kemenkes kemudian sempat menghentikan total pemakaian obat sirop sejak 18 Oktober lalu. Hingga kini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun masih melakukan proses uji keamanan produk obat sirop di seluruh Indonesia.
Sementara itu, sekitar 50 keluarga pasien GGAPA di Indonesia sebelumnya sepakat untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok alias class action ke Pengadilan Jakarta Pusat. Mayoritas keluarga pasien berasal dari kawasan Jabodetabek.
Mereka menggugat sembilan pihak, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Megasetia Agung Kimia, BPOM, serta Kementerian Kesehatan.
Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) juga melayangkan gugatan kepada BPOM ke PTUN Jakarta terkait polemik obat sirop yang diduga sebagai pemicu kasus GGAPA di Indonesia.
Ketua KKI David Tobing menyatakan gugatan itu mereka layangkan lantaran sejumlah tindakan yang dilakukan BPOM dinilai sebagai pembohongan publik sehingga cukup beralasan digugat sebagai perbuatan melawan hukum.
Polio Kembali Ditemukan
Kemenkes pada 9 Oktober lalu menerima laporan terkait satu kasus lumpuh layuh akut atau AFP pada anak usia 7 tahun di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Setelah dilakukan pengambilan sampel tinja dan pemeriksaan di laboratorium, didapatkan hasil polio VDPV tipe 2.
Tak berselang lama, Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie melaporkan tiga kasus baru Polio sehingga disebutkan total menjadi empat kasus. Namun demikian, Kemenkes menegaskan tiga dari empat anak yang terdeteksi positif virus polio tidak bisa dikategorikan sebagai kasus polio.
Direktorat Pengelolaan Imunisasi Kemenkes Endang Budi Hastuti beralasan ketiga anak lainnya tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kasus polio lantaran tidak adanya gejala lumpuh layuh. Dengan demikian, kasus polio tipe 2 di Indonesia masih satu kasus.
Atas temuan itu, Kemenkes mengeluarkan program baru dalam pemberian inactivated polio vaccine (IPV) pada bayi mulai 2023. Mulanya, pemberian suntikan IPV diberikan pada bayi berusia 4 bulan, namun mulai tahun depan bayi wajib disuntik IPV pada usia empat dan sembilan bulan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan upaya itu dilakukan sebagai upaya eradikasi sepenuhnya penyakit polio di seluruh Indonesia.
Nadia juga memastikan pemberian IPV maupun imunisasi polio tetes (bOPV) yang diberikan empat kali pada saat usia bayi satu, dua, tiga, dan empat bulan diberikan secara cuma-cuma.