Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan tidak etis apabila merekomendasikan aparat penegak hukum untuk mengusut kasus pidana mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
Lili diduga kuat telah menerima gratifikasi yang dianggap suap berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, pada Maret 2022, dari PT Pertamina (Persero).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak etis dong kalau kami yang menyampaikan, pimpinan [KPK] kan sudah tahu juga bahwa pimpinannya [Lili] itu kena kasus, banyak semua sudah tahu. Kami yang memeriksanya secara etik masa kami juga yang [melapor]. Menurut kami kurang tepat," ujar Ketua Dewas Tumpak Hatorangan Panggabean di Kantornya, Jakarta, Senin (9/1).
Anggota Dewas Albertina Ho sebelumnya mengatakan bakal menyerahkan sepenuhnya urusan pidana terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Lili kepada pimpinan KPK Firli Bahuri dkk.
Itu disampaikan Albertina setelah pihaknya menyatakan sidang etik Lili gugur dengan alasan yang bersangkutan bukan lagi insan komisi karena telah mengundurkan diri, Senin, 11 Juli 2022.
"Tentunya penetapan ini akan kami sampaikan kepada pimpinan KPK. Tentang nanti pimpinan akan menindaklanjuti, silakan tanya ke pimpinan. Itu bukan wewenang Dewas," kata Albertina beberapa waktu lalu.
Lili telah mengirim surat pengunduran diri sebagai pimpinan KPK ke Presiden Jokowi pada Kamis, 30 Juni 2022. Tindakan itu ia lakukan guna menghindari sidang etik di Dewas. Posisi Lili kini digantikan oleh Johanis Tanak.
(ryn/gil)