Eks Ketua MK Dukung Pemilu Proporsional Tertutup saat Oligarki Menguat
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mendukung wacana perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup.
Zoelva menilai empat kali pemilu dengan sistem proporsional terbuka malah gagal memberikan dampak perbaikan bagi akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
"Sudah waktunya kita kembali melaksanakan pemilihan umum yang lebih sederhana, yaitu kembali kepada sistem proporsional tertutup," cuit Zoelva melalui akun Twitter @hamdanzoelva, Rabu (11/1). CNNIndonesia.com telah diizinkan mengutip cuitan tersebut pada Jumat (13/1).
Zoelva juga menganggap keunggulan sistem proporsional terbuka dengan akuntabilitas wakil rakyat yang terpilih juga tidak terbukti selama ini. Ia menyinggung sistem pemilu akhir-akhir ini melanggengkan oligarki, serta tidak memungkinkan untuk mewujudkan demokrasi dan keadilan ekonomi yang dicita-citakan konstitusi.
Zoelva menilai kuasa uang dan modal yang dipakai untuk memenangkan pertarungan dalam pemilu, justru membuat banyak wakil rakyat yang kemudian berurusan dengan korupsi. Kalkulasi modal saat wakil rakyat mencalonkan diri menurutnya membuat mereka rentan bermain uang saat menjabat.
"Justru yang terbukti adalah kuasa uang dan oligarki menjadi lebih kuat. Hal itulah yang dikhawatirkan oleh para founding fathers/mothers bahwa sistem demokrasi liberal melanggengkan kekuasaan kapitalisme," kata dia.
Selain itu, Zoelva menyebut sistem proporsional terbuka pemilu sangat rumit dan berat bagi penyelenggara lantaran membutuhkan biaya yang besar sehingga menjadi kontestasi politik dengan pemborosan anggaran negara.
Sementara dengan sistem proporsional tertutup, lanjut Zoelva, pada proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara menjadi lebih sederhana, biaya lebih murah, prinsip demokrasi tetap dipertahankan, sehingga menurutnya akuntabilitas pemerintah tetap bisa dijaga.
"Dengan perubahan sistem ke proporsional tertutup, memberi jalan bagi penyederhanaan penyelenggaraan pemilu yang sekarang seperti sebuah organisasi pemerintahan tersendiri dengan biaya luar biasa," ujarnya.
Wacana perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup tengah menjadi perhatian publik belakangan ini. Sistem pemilu proporsional daftar tertutup berpeluang diterapkan karena proses gugatannya masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).
Satu-satunya fraksi di DPR RI yang kukuh mendorong penerapan sistem pemilu proporsional tertutup coblos partai, bukan calon legislatif, adalah PDIP. Sedangkan delapan dari sembilan fraksi sisanya menyatakan sikap menolak wacana penerapan sistem pemilu tersebut.
Delapan partai politik itu yakni Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, NasDem, PPP, dan PKS. Petinggi delapan partai itu menegaskan akan terus mengawal demokrasi Indonesia ke arah yang lebih maju.
Mereka juga mengingatkan KPU bekerja sesuai amanat undang-undang dan tetap independen.Di samping itu, delapan fraksi menilai sistem proporsional terbuka saat ini dinilai bisa mendekatkan rakyat dengan calon wakilnya di parlemen.
Bagi mereka, rakyat sudah terbiasa berpartisipasi dengan cara demokrasi dengan sistem proporsional terbuka.
(khr/pmg)