Ombudsman DIY Soroti Rancangan Perda yang Legalkan Pungutan di Sekolah
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyoroti rancangan Peraturan Daerah (raperda) yang memungkinkan sekolah untuk melakukan pungutan terhadap wali murid.
Dalam salinan yang diperoleh, raperda itu mengatur tentang Pedoman Pendanaan Pendidikan Menengah dan Khusus yang diselenggarakan Pemda DIY, yakni SMA, SMK, dan SLB.
Ketua ORI DIY Budhi Masturi menemukan sejumlah pasal yang berpotensi memunculkan masalah pungutan di sekolah. Beberapa pasal yang jadi sorotan adalah Pasal 1 (18); Pasal 6 huruf b; Pasal 11 (1) huruf c; Pasal 12; dan Pasal 13.
"(Jika disahkan) akan menjadi Perda pertama di Indonesia yang melegalkan pungutan sekolah," kata Budhi dalam keterangannya, Senin (16/1).
Raperda itu disebut dibuat dengan beberapa pertimbangan, antara lain demi menyelenggarakan pendidikan yang kompetitif, berkarakter, dan berbasis kearifan lokal sehingga memerlukan pendanaan dan menjadi tanggung jawab antara Pemerintah, Pemda, dan masyarakat. Selain itu raperda tersebut diajukan dengan dalih Perda DIY Nomor 10 tahun 2013 tentang Pedoman Pendanaan Pendidikan sudah tak lagi sesuai dengan perkembangan peraturan perundang-undangan dan kebutuhan.
Budhi memaparkan legalisasi pungutan terhadap siswa itu tercantum dalam sejumlah pasal pada raperda tersebut. Rinciannya adalah:
Pasal 1 (18) berbunyi: pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan yang diberikan oleh peserta didik atau orangtua wali peserta didik secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pasal 6 huruf b berbunyi: satuan pendidikan dalam pendaan bisa menarik pungutan biaya pendidikan dari peserta didik pada satuan pendidikan menengah.
Pasal 11 (1) huruf c menyebutkan dana pendidikan sekolah yang diselenggarakan Pemda DIY dapat bersumber dari pungutan dari peserta didik atau orangtua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.
Sedangkan Pasal 12 secara garis besar menuliskan sekolah dapat melakukan pungutan kepada orang tua/wali peserta didik dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta didik terhadap pendanaan pendidikan. Pungutan digunakan untuk menutup kekurangan biaya satuan pendidikan serta biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan yang tidak dapat dipenuhi dari sumber dana Pemerintah dan Pemda.
Adapun Pasal 13 yang mengatur ketentuan pungutan yakni didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan; perencanaan investasi dan/atau operasi yang diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan.
Lalu, dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan; dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan; tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis; menerapkan sistem subsidi silang yang diatur sendiri oleh satuan pendidikan; digunakan sesuai dengan perencanaan dan tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Selanjutnya, sekurang-kurangnya 20 persen dari total dana pungutan peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan; tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan.
Budhi mengatakan sebab raperda itu masih dalam pembahasan, sebaiknya semua pihak baik yang pro dan kontra dilibatkan.
"Ini kan baru raperda, kita berharap dalam pembahasan nanti DPRD melibatkan semua pihak, yang pro maupun yang kontra. Termasuk masyarakat sipil yang selama ini mengkritisi berbagai pungutan," ujar Budhi.
Dia mengatakan setelah pembahasan di legislatif usai masih ada proses harmonisasi di Kantor Wilayah Hukum dan HAM. Masyarakat yang keberatan bisa menyampaikannya sewaktu tahap ini.
"Kalaupun harmonisasi lolos di Kanwil Kumham, Perda yang baru tersebut nantinya masih akan 'diperiksa' Kemendagri. Di sana masyarakat yang keberatan juga bisa menyampaikan aspirasi keberatannya. Terakhir, jika di Kemendagri lolos, masyarakat masih bisa melakukan Judicial Review melalui Mahkamah Agung," katanya.
Sejauh ini CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan dari Pemprov DIY maupun DPRD DIY terkait raperda tersebut.
(kum/kid)