IHII Sebut RUU Kesehatan Berpotensi Ancam Hak BPJS bagi Tenaga Kerja

CNN Indonesia
Minggu, 29 Jan 2023 01:40 WIB
IHII menilai Rancangan Undang-Undang Kesehatan berpotensi mengancam hak BPJS yang saat ini dimiliki tenaga kerja. IHII menilai Rancangan Undang-Undang Kesehatan berpotensi mengancam hak BPJS yang saat ini dimiliki tenaga kerja. (Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) berpandangan kehadiran Rancangan Undang-Undang Kesehatan berpotensi mengancam hak BPJS yang saat ini dimiliki tenaga kerja.

Terdapat beberapa alasan yang dianggap bisa mengancam, salah satunya kedudukan BPJS akan berada di bawah menteri. Padahal, selama ini direksi dan Dewan Pengawas BPJS bertanggung jawab langsung kepada presiden.

"Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) menolak pengelolaan jaminan sosial di bawah kontrol menteri dan berstatus BUMN. BPJS harus bebas dari intervensi menteri, kepentingan politik perorangan maupun partai politik," kata Ketua Umum IHII Saepul Tavip lewat keterangan tertulis, Minggu (28/1).

Artinya, dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), menteri tidak bisa mengontrol atau mengusulkan pemberhentian Direksi maupun me-recall Dewan Pengawas unsur Pemerintah. Sebab, Direksi dan Dewan Pengawas bertanggung jawab langsung ke Presiden.

Selain itu, komposisi Dewan Pengawas BPJS akan berubah dalam RUU Kesehatan.

Dalam UU BPJS, komposisi Dewan Pengawas adalah 2 orang dari unsur Pemerintah (Kementerian Ketenagakerjaan atau Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Keuangan), 2 orang unsur pemberi kerja, 2 orang unsur pekerja, dan 1 orang unsur tokoh masyarakat.

Sementara, dalam RUU Kesehatan, dewan pengawas BPJS terdiri atas 2 orang dari Kementerian Ketenagakerjaan, 2 orang dari Kementerian Keuangan, 1 orang unsur Pekerja, 1 orang unsur Pemberi Kerja, dan 1 orang unsur tokoh masyarakat.

Menurut Saepul, status Badan Hukum Publik yang diamanatkan Pasal 7 ayat (1) dalam RUU Kesehatan akan menjadi bias dan hambar ketika kepentingan publik yang diwakili Direksi dan Dewan Pengawas dikendalikan Menteri. Terlebih, jika menteri yang menjabat juga dikendalikan partai politik.

"KAJS di medio 2009 hingga 2011 dengan tegas memperjuangkan lahirnya UU BPJS sebagai badan hukum publik dengan kewenangan dan tugas yang independen dan bertanggung jawab langsung ke Presiden," paparnya.

Saepul menilai jika RUU Kesehatan akan mengembalikan BPJS seperti BUMN dan memposisikan Menteri sebagai pengendali BPJS, maka RUU Kesehatan menjadi kemunduran besar bagi cita-cita jaminan sosial yang berkualitas. Terlebih, RUU Kesehatan menjadi pengkhianatan besar atas perjuangan KAJS.

[Gambas:Video CNN]



Ia menyebutkan saat ini prinsip "dana amanah" yang digunakan BPJS akan berubah menjadi "dana private" dengan menteri sebagai pengendali. Hal ini berpotensi menurunkan imbal hasil program JHT bagi saldo JHT pekerja. Termasuk imbal hasil program jaminan sosial ketenagakerjaan lainnya yang akan mempengaruhi kualitas pelayanan seluruh program tersebut.

"Pengelolaan dana pekerja oleh BPJS Ketenagakerjaan yang saat ini sekitar Rp. 630 triliun sudah dirasa aman dengan pengaturan menurut UU BPJS," tuturnya.

Saepul mengkhawatirkan rencana perubahan dalam RUU Kesehatan ini akan memengaruhi dana pekerja dan buruh yang dikelola oleh BPJS.

"Dana pekerja/buruh yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan saat ini akan mudah dikendalikan Menteri Ketenagakerjaan, demikian pula partai politik akan leluasa mengendalikan pengelolaan investasi dana pekerja tersebut," tegasnya.

(yla/pra)


[Gambas:Video CNN]
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER