Pengacara Agus Nurpatria Nilai Jaksa Abaikan Fakta Sidang demi Publik

CNN Indonesia
Kamis, 09 Feb 2023 20:09 WIB
Penasihat hukum terdakwa Agus Nurpatria menilai jaksa mengabaikan fakta persidangan demi obsesi memberikan kepuasan kepada publik. Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria menjalani sidang lanjutan obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022). (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Penasihat hukum terdakwa Agus Nurpatria menilai jaksa penuntut umum (JPU) telah mengabaikan fakta persidangan. Menurutnya hal itu dilakukan demi obsesi memberikan kepuasan kepada publik terkait kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Hal itu disampaikan penasihat hukum Agus saat membacakan duplik atas replik dari jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/2).

Menurut penasihat hukum, Agus melaksanakan tugas sebagaimana tuntutan jaksa berasal dari perintah yang sah secara hukum.

Agus disebut menjadi koordinator lapangan yang bertugas menyisir CCTV vital di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan atau tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan Brigadir J sesuai perintah mantan Karo Paminal Propam Polri Hendra Kurniawan.

Penasihat hukum Agus menilai jaksa telah memanfaatkan ramainya pemberitaan kasus yang menjadi atensi publik ini dengan menuduh bahwa kliennya telah merintangi penyidikan terkait pembunuhan Brigadir J lantaran menjalankan perintah yang tidak sah sebagai anggota Polri.

"Namun sekali-sekali penuntut umum tidak menempatkan dirinya sebagai corong dari opini masyarakat umum dengan mengabaikan fakta-fakta persidangan yang hakiki demi obsesi dan hasrat memberikan kepuasan kepada publik," kata penasihat hukum Agus.

"Perintah dan tugas yang dijalankan oleh Agus Nurpatria sebagai anggota Polri yang terikat pada organisasi satuan hirarki berjenjang sangat mungkin terjadi pada anggota Polri lain manapun," sambungnya.

Agus Nurpatria duduk sebagai terdakwa kasus tersebut karena diduga terlibat dalam perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. Dia diduga merusak barang bukti elektronik terkait pembunuhan Brigadir J.

Jaksa menuntut Agus dengan hukuman pidana tiga tahun penjara dan denda Rp20 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Jaksa menganggap tindakan Agus melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Jaga sentimen negatif publik terhadap Polri

Sementara itu penasihat hukum terdakwa Hendra Kurniawan menyebut sidang kode etik oleh tim Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap kliennya digelar hanya untuk menjaga sentimen negatif publik terhadap institusi Polri, sehingga persidangan bersifat subyektif.

Hal itu disampaikan penasihat hukum Hendra saat membacakan duplik atas replik dari jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/2).

"Persidangan KKEP tersebut hanyalah sebatas persidangan untuk menjaga sentimen negatif terhadap institusi Polri atau atas opini publik yang berkembang, sehingga menjadikan persidangan kode etik hanyalah bersifat asumtif dan subjektif," kata penasihat hukum Hendra.

Pernyataan itu disimpulkan penasihat hukum berdasarkan saksi yang dihadirkan dalam sidang kode etik. Ia menilai sidang etik Hendra berlangsung sangat sederhana lantaran tak semua saksi hadir dalam persidangan tersebut.

"Karena sebagaimana keterangan terdakwa dan saksi Ferdy Sambo yang telah menjadi fakta persidangan perkara a quo yaitu proses sidang kode etik terdakwa berlangsung sangat sederhana dan hanya menghadirkan saksi empat atau tiga orang hadir di persidangan dan satu orang hadir secara dari daring," ujarnya.

Pihak Hendra pun protes karena Sambo sebagai saksi mahkota tak dihadirkan dalam sidang pelanggaran kode etik itu.

"Dari 17 saksi bahkan saksi Ferdy Sambo sebagai saksi mahkota bagi terdakwa tidak pernah dihadirkan dalam persidangan KKEP," ujarnya.

"Menjadi suatu fenomena yang sangat menarik proses sidang KKEP untuk menjatuhkan terdakwa selaku Karo Paminal, begitu besar kekhawatiran dan ketakutan oknum-oknum internal kepolisian terhadap terdakwa yang terkenal integritasnya sebagai seorang Paminal sejati," sambungnya.

Penasihat hukum Hendra menyatakan jaksa seharusnya mempertimbangkan keabsahan dan mekanisme yang berlaku dalam sidang etik tersebut.

Sebab, perintah Hendra kepada Agus Nurpatria untuk berkoordinasi dengan Irfan Widyanto terkait CCTV vital di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan merupakan perintah di luar kewenangan sebagai anggota Polri.

"Perintah dari terdakwa kepada Agus Nurpatria untuk berkoordinasi dengan Irfan Widyanto adalah perintah yang tidak sah dan di luar kewenangan. Terlebih JPU bisa memahami apakah pengujian keabsahan perintah yang dilakukan pada sidang komisi kode etik Polri sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan diuji sehingga menjadi fakta persidangan a quo," ujarnya.

Hendra Kurniawan duduk sebagai terdakwa kasus tersebut karena diduga terlibat dalam perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. Dia diduga merusak barang bukti elektronik terkait pembunuhan Brigadir J.

Jaksa sebelumnya menuntut Hendra dengan hukuman pidana tiga tahun penjara dan denda Rp20 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Jaksa menganggap tindakan Hendra melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara ini, Hendra Kurniawan didakwa bersama enam orang lainnya, yaitu Ferdy Sambo, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, Irfan Widyanto, dan Chuck Putranto.

Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Agus Nurpatria dituntut tiga tahun penjara dan denda Rp20 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut pidana dua tahun penjara dan denda Rp10 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Sementara itu, Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto dituntut pidana satu tahun penjara dan denda Rp10 juta subsidair tiga bulan kurungan.

(lna/pmg)


[Gambas:Video CNN]
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER