Jakarta, CNN Indonesia --
Puluhan warga eks Kampung Bayam yang terdampak pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) bolak-balik ke Balai Kota DKI Jakarta sejak akhir Desember 2022. Teranyar, warga mendatangi kantor Gubernur DKI pada Senin (20/2).
Tuntutan warga tidak jauh berbeda, mereka meminta agar segera bisa menempati hunian di Kampung Susun Bayam, Jakarta Utara.
Sejak diresmikan pada Oktober 2022, warga mengaku belum juga bisa menempati hunian di kampung susun itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menilik ke belakang, peletakan batu pertama pembangunan kampung susun itu dilakukan pada Mei 2022 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Anies Baswedan.
Anies ketika itu mengatakan pembangunan Kampung Susun Bayam tidak akan menghilangkan mata pencaharian warga.
"Bukan hanya hunian, tetapi penghidupannya direncanakan dengan melibatkan semua. Nantinya yang berprofesi sebagai petani dapat meneruskan profesinya, sehingga menjadi contoh di samping stadion bertaraf internasional, berdampingan dengan masyarakat petani perkotaan," kata Anies.
Waktu berjalan, Kampung Susun Bayam diresmikan Anies pada 12 Oktober 2022, atau beberapa hari sebelum lengser dari jabatan.
Kampung susun dibangun di area seluas 17.354 meter persegi dengan 138 unit di tiga tower yang masing-masing towernya terdiri dari empat lantai.
Lagi-lagi, Anies mengulangi soal kehidupan berdampingan antara warga dan JIS saat meresmikan kampung susun itu.
"Kita berniat untuk membangun dengan memberikan perasaan keadilan. Ketika JIS ini dibangun, di sampingnya ada kampung yang pada waktu itu pun sudah direncanakan bahwa warga yang tinggal di sini harus menjadi bagian dari kemajuan dari JIS ini," kata dia.
Anies juga mengatakan bahwa status kepemilikan unit-unit di Kampung Susun Bayam sama dengan kampung susun lainnya semisal Kampung Susun Akuarium, Kampung Susun Kunir, hingga Bukit Duri.
"Saya tunjukkan faktanya. Ada Kampung Akuarium, Kampung Kunir, ada Bukit Duri, tuh udah ada buktinya semua. InsyaAllah nanti polanya akan sama seperti itu jadi kira-kira polanya begitu," kata Anies.
Warga belum tempati hunian
Waktu berjalan, warga tak kunjung menempati hunian. Pendamping warga dari Urban Poor Consortium, Gugun Muhammad mengatakan warga dijanjikan akan mendapatkan kunci hunian pada 20 November.
Berdasarkan hal itu, warga yang sebelumnya mengontrak di sejumlah tempat, menyesuaikan waktu. Namun, usai keluar dari kontrakan, mereka belum bisa menempati hunian di Kampung Susun.
Ketua Koperasi Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB) Asep Suwenda saat itu mengatakan warga calon penghuni susun belum menyepakati usulan harga sewa.
Warga meminta sewa lebih murah mengingat penghasilan calon penghuni rata-rata di kelas rendah.
PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku pengelola, menyatakan harga sewa Kampung Susun Bayam disesuaikan dengan Pergub Nomor 55 Tahun 2018. Tarif tertinggi rusun tersebut Rp765 ribu per bulan.
"Hari Jumat lalu telah kami sampaikan pada warga tentang tarif sewa sesuai Pergub," kata Vice President Corporate Secretary PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Syachrial Syarief, Senin, 28 November 2022.
Gugun mengatakan tidak tepat menggunakan aturan itu sebagai dasar warga Kampung Bayam membayar huniannya.
"Kampung susun ini beda dengan rusunawa. Kampung susun ini dibangun untuk menjaga kekampungan, karena ini yang digusur kampung, supaya kampung bisa ada lagi dalam bentuk beda," kata dia November 2022 lalu.
"Itu ada skema sendiri. Kalau kita ada preseden (Kampung Susun) Akuarium dan Kunir. Itu pakai sewa hibah," imbuh dia.
Di Kampung Susun Akuarium, skema pembayaran adalah koperasi membayar sewa kepada Pemprov DKI selama lima tahun. Nilai sewa itu akan disepakati antara Pemprov dan koperasi.
Adapun koperasi itu dibentuk oleh warga yang menempati kampung susun. Di Akuarium, ia mengatakan nilai sewa sekitar Rp36 ribu per bulan per unit.
"Jadi ini kerjasama antara koperasi dengan Pemprov, kerjasama dalam bidang pengelolaan kampung susun. Nilanya beda, kalau kita pakai akuarium, memutuskan nilai (sewa) Rp36 ribu per unit per bulan selama lima tahun," katanya.
Warga buat tenda di depan Balai Kota
Lantaran tidak ada kejelasan soal hunian, pada awal Desember 2022, puluhan warga membuat tenda di depan Balai Kota Jakarta.
"Prioritas utama kami itu bagaimana haus bisa masuk ke dalam, kalau masuk kita bisa bicarakan dan dirundingkan dengan masyarakat," kata Ketua Koperasi Persaudaraan Warga Kampung Bayam Asep Suwenda di depan Balai Kota Jakarta, Kamis (1/12).
Asep saat itu juga mengatakan lantaran tidak ada kejelasan soal nasib hunian, sejumlah warga memilih tinggal di tenda di depan pintu masuk ke Kampung Susun Bayam.
"Karena kontrakannya habis pada tinggal di tenda aja sampai sekarang masih ada juga, karena mungkin kalo mau ngontrak lagi, dana lagi," ujarnya.
Sementara itu, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sempat buka suara soal polemik itu. Namun Heru hanya menjawab singkat ketika ditanya wartawan. Menurut Heru, tarif hunian Kampung Susun harus dibicarakan dengan PT Jakpro.
"Itu harus dibicarakan dengan Jakpro nilainya," kata Heru di Balai Kota Jakarta, Kamis (1/12).
Syachrial mengklaim sebagian warga eks Kampung Bayam setuju dengan nilai sewa Kampung Susun Bayam yang ditawarkan pihaknya.
Menurutnya, ada sekitar 50 orang yang setuju dengan tarif sesuai dengan Pergub.
"Sudah banyak yang setuju. Untuk yang belum setuju kami tetap berharap bisa mengikuti warga lain yang sudah setuju," katanya, Rabu 7 Desember 2022.
Bulan berjalan, tahun berganti, warga masih belum menempati hunian. Pada Senin (20/2), warga kembali mendatangi Balai Kota Jakarta.
Selain orasi, warga yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga melayangkan keberatan administratif kepada Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan PT Jakpro.
Pengacara publik dari LBH Jakarta, Jihan Fauziah Hamdi menyatakan tindakan Pemprov dan Jakpro yang tak kunjung memberikan hunian kepada warga itu melanggar hak atas tempat yang layak, peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
"JIS (Jakarta International Stadium) itu cukup besar, di pinggir sana warga membangun tenda perjuangan dan tinggal di situ beberapa KK untuk warga-warga yang akhirnya tidak bisa ngontrak. Jadi harus bangun tenda di pinggir JIS untuk tetap bisa hidup," kata Jihan.
Sementara itu, salah seorang perwakilan warga, Sherly mengatakan sejauh ini total ada 123 KK yang belum mendapatkan kunci hunian Kampung Susun Bayam.
75 KK di antaranya tergabung dalam Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB).
"Warga sih pengennya yang sesuai kemampuan kami (harga sewa)... ya kalau kisaran mungkin Rp150 ribu per bulan itu seharusnya paling besar," kata Sherly.
legalitas masih proses
Syachrial mengatakan memang belum ada warga yang menempati Kampung Susun Bayam, baik yang setuju dengan tarif sesuai Pergub, maupun yang tidak.
Hal itu lantaran legalitas pengelolaan Kampung Susun Bayam masih berproses. Namun ia mengatakan pihaknya tetap merujuk kepada Pergub 55 soal tarif.
"Kalau pentarifan sudah jelas kita merujuk ke Pergub, jadi soal pengelolaannya saja," kata dia, Senin.
Syachrial mengatakan Jakpro masih berdiskusi dengan Pemprov DKI mengenai legalitas pengelolaan. Ia menjelaskan Kampung Susun Bayam dibangun dan dikelola oleh Jakpro, tapi lahannya masih milik Dispora.
"Lahan itu baik yang di JIS maupun Kampung Susun Bayam, itu masih dimiliki Pemprov DKI. Kita perlu legalitas, itu begini, misalnya, kalau kita menyewa satu ruangan, bolehkah kita menyewakan lagi ke orang lain? Itu analoginya kira-kira," kata dia.
Di sisi lain, ia juga merespons permintaan warga soal pengelolaan Kampung Susun Bayam untuk disamakan dengan Kampung Akuarium. Menurutnya, pengelolaan dua kampung susun itu tidak bisa disamakan
"Berbeda proses pembangunan dan pengelolaannya. Kalau ini kan kalau pengelolaannya Jakpro, itu berarti entitas usaha yang mengelola jadi akan berbeda dengan Akuarium yang kalau tidak salah dikelola oleh Pemprov ya," kata Syachrial.