Gugun mengatakan tidak tepat menggunakan aturan itu sebagai dasar warga Kampung Bayam membayar huniannya.
"Kampung susun ini beda dengan rusunawa. Kampung susun ini dibangun untuk menjaga kekampungan, karena ini yang digusur kampung, supaya kampung bisa ada lagi dalam bentuk beda," kata dia November 2022 lalu.
"Itu ada skema sendiri. Kalau kita ada preseden (Kampung Susun) Akuarium dan Kunir. Itu pakai sewa hibah," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Kampung Susun Akuarium, skema pembayaran adalah koperasi membayar sewa kepada Pemprov DKI selama lima tahun. Nilai sewa itu akan disepakati antara Pemprov dan koperasi.
Adapun koperasi itu dibentuk oleh warga yang menempati kampung susun. Di Akuarium, ia mengatakan nilai sewa sekitar Rp36 ribu per bulan per unit.
"Jadi ini kerjasama antara koperasi dengan Pemprov, kerjasama dalam bidang pengelolaan kampung susun. Nilanya beda, kalau kita pakai akuarium, memutuskan nilai (sewa) Rp36 ribu per unit per bulan selama lima tahun," katanya.
Lantaran tidak ada kejelasan soal hunian, pada awal Desember 2022, puluhan warga membuat tenda di depan Balai Kota Jakarta.
"Prioritas utama kami itu bagaimana haus bisa masuk ke dalam, kalau masuk kita bisa bicarakan dan dirundingkan dengan masyarakat," kata Ketua Koperasi Persaudaraan Warga Kampung Bayam Asep Suwenda di depan Balai Kota Jakarta, Kamis (1/12).
Asep saat itu juga mengatakan lantaran tidak ada kejelasan soal nasib hunian, sejumlah warga memilih tinggal di tenda di depan pintu masuk ke Kampung Susun Bayam.
"Karena kontrakannya habis pada tinggal di tenda aja sampai sekarang masih ada juga, karena mungkin kalo mau ngontrak lagi, dana lagi," ujarnya.
Sementara itu, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sempat buka suara soal polemik itu. Namun Heru hanya menjawab singkat ketika ditanya wartawan. Menurut Heru, tarif hunian Kampung Susun harus dibicarakan dengan PT Jakpro.
"Itu harus dibicarakan dengan Jakpro nilainya," kata Heru di Balai Kota Jakarta, Kamis (1/12).