Syachrial mengklaim sebagian warga eks Kampung Bayam setuju dengan nilai sewa Kampung Susun Bayam yang ditawarkan pihaknya.
Menurutnya, ada sekitar 50 orang yang setuju dengan tarif sesuai dengan Pergub.
"Sudah banyak yang setuju. Untuk yang belum setuju kami tetap berharap bisa mengikuti warga lain yang sudah setuju," katanya, Rabu 7 Desember 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bulan berjalan, tahun berganti, warga masih belum menempati hunian. Pada Senin (20/2), warga kembali mendatangi Balai Kota Jakarta.
Selain orasi, warga yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga melayangkan keberatan administratif kepada Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan PT Jakpro.
Pengacara publik dari LBH Jakarta, Jihan Fauziah Hamdi menyatakan tindakan Pemprov dan Jakpro yang tak kunjung memberikan hunian kepada warga itu melanggar hak atas tempat yang layak, peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
"JIS (Jakarta International Stadium) itu cukup besar, di pinggir sana warga membangun tenda perjuangan dan tinggal di situ beberapa KK untuk warga-warga yang akhirnya tidak bisa ngontrak. Jadi harus bangun tenda di pinggir JIS untuk tetap bisa hidup," kata Jihan.
Sementara itu, salah seorang perwakilan warga, Sherly mengatakan sejauh ini total ada 123 KK yang belum mendapatkan kunci hunian Kampung Susun Bayam.
75 KK di antaranya tergabung dalam Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB).
"Warga sih pengennya yang sesuai kemampuan kami (harga sewa)... ya kalau kisaran mungkin Rp150 ribu per bulan itu seharusnya paling besar," kata Sherly.
Syachrial mengatakan memang belum ada warga yang menempati Kampung Susun Bayam, baik yang setuju dengan tarif sesuai Pergub, maupun yang tidak.
Hal itu lantaran legalitas pengelolaan Kampung Susun Bayam masih berproses. Namun ia mengatakan pihaknya tetap merujuk kepada Pergub 55 soal tarif.
"Kalau pentarifan sudah jelas kita merujuk ke Pergub, jadi soal pengelolaannya saja," kata dia, Senin.
Syachrial mengatakan Jakpro masih berdiskusi dengan Pemprov DKI mengenai legalitas pengelolaan. Ia menjelaskan Kampung Susun Bayam dibangun dan dikelola oleh Jakpro, tapi lahannya masih milik Dispora.
"Lahan itu baik yang di JIS maupun Kampung Susun Bayam, itu masih dimiliki Pemprov DKI. Kita perlu legalitas, itu begini, misalnya, kalau kita menyewa satu ruangan, bolehkah kita menyewakan lagi ke orang lain? Itu analoginya kira-kira," kata dia.
Di sisi lain, ia juga merespons permintaan warga soal pengelolaan Kampung Susun Bayam untuk disamakan dengan Kampung Akuarium. Menurutnya, pengelolaan dua kampung susun itu tidak bisa disamakan
"Berbeda proses pembangunan dan pengelolaannya. Kalau ini kan kalau pengelolaannya Jakpro, itu berarti entitas usaha yang mengelola jadi akan berbeda dengan Akuarium yang kalau tidak salah dikelola oleh Pemprov ya," kata Syachrial.