Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Zainul Rohman berpendapat aparat penegak hukum bisa mempersempit ruang gerak seseorang yang terindikasi melakukan pencucian uang selagi mencari tindak pidana asal dalam proses penyelidikan maupun penyidikan.
"Jadi cara mempersempit ruang geraknya itu bisa menghentikan transaksi, bisa memblokir. Untuk menghindari adanya pengalihan terhadap saldo atau harta lainnya. Itu dilakukan dalam batas waktu yang sangat terbatas," kata dia.
Namun, itu semua harus dilepaskan jika memang aparat tidak menemukan pidana asal (predicate crime) yang dilakukan seseorang terduga pelaku TPPU.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang APH harus taat asas, taat aturan, susah gak sih? susah. Bisa gak sih? sangat bisa. Dengan UU sekarang, saya tetap optimis meski bukan hal yang mudah, tetap bisa dilakukan," katanya.
Lebih lanjut, ke depan, Zainur mendorong agar segenap aparat penegak hukum di Indonesia diberi pelatihan untuk selalu menggunakan pasal TPPU dalam tindak pidana yang ditemukan adanya hasil kejahatan berupa harta kekayaan.
"Tekan mereka untuk gunakan TPPU dalam semua perkara. Tapi saya selalu katakan TPPU saja tidak akan pernah cukup, butuh RUU perampasan aset," katanya.
Pekan lalu, Pakar TPPU dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih pun berpendapat aparat penegak hukum, terutama KPK, tidak terjebak dengan cara-cara lama, yaitu memidana badan pelaku korupsi. Padahal, ia meyakini koruptor telah menyelamatkan hasil korupsinya melalui pencucian uang.
"Harus progresif pemikirannya. Jangan malah mencari kejahatan asalnya dulu. Itu pikirannya para koruptornya. Koruptor berpikir kita melakukan korupsi supaya enggak ada jejaknya," kata Yenti kepada CNNIndonesia.com, Selasa (7/3).
Yenti menambahkan, "Kalau sudah diputus, baru akan mencari TPPU-nya. Ya ampun, ya sudah hilanglah."
Yenti adalah Ketua Panitia Seleksi Capim KPK Jilid V yang turut menyeleksi para komisioner lembaga antirasuah terpilih di DPR pada periode ini. Pada 2019 silam ketika memimpin Pansel Capim KPK itu, Yenti mengaku mencari calon pimpinan lembaga antirasuah yang lebih kuat di bidang penanganan TPPU.
"Termasuk kita juga dengarkan dari luar ya, bukan dari dalam saja. Antara lain TPPU-nya masih lemah, kan, itu pasti kita akan cari yang TPPU-nya yang lebih," kata Yenti di Gedung KPK, Jakarta, 12 Juni 2019.
Para nama yang lolos dari seleksi Pansel itu kemudian disodorkan ke DPR untuk fit and proper test, dan hasilnya adalah Firli Bahurli cs di KPK saat ini.