Jakarta, CNN Indonesia --
Ayah mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, Irjen Pol (Purn.) Maman Supratman dan istri Dody, Rakhma Darma Putri memutar bukti rekaman saat ditelepon mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Teddy Minahasa.
Momen pemutaran rekaman itu terjadi kala Maman dan Rakhma dihadirkan sebagai saksi fakta yang meringankan. Sementara itu, Dody duduk sebagai terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (15/3).
Mulanya, Kuasa Hukum Dody, Adriel Viari Purba memastikan para saksi yang untuk menunjukkan bukti-bukti rekaman seperti yang dijelaskan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Para saksi pun bersedia menunjukkan rekaman percakapan dengan Teddy Minahasa di muka persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim Jon Sarman Saragih kemudian meminta bukti tersebut dibawa ke depan majelis. Pihak penuntut umum, para saksi, dan penasihat hukum juga diminta untuk maju ke depan majelis.
Tak lama, sebuah rekaman telepon dua suara laki-laki terdengar. Telepon itu diklaim sebagai rekaman percakapan Maman dan sosok yang mengaku sebagai Teddy Minahasa.
"Saya Teddy Minahasa pak, yang ada masalah dengan Dody. Maksudnya biar Dody satu kubu sama saya pak. Semua biaya saya handle," ujar suara yang mengaku sebagai Teddy dalam telepon.
"Ini mas, saya ini punya penyakit jantung ya. Dari mulai kejadian saya itu udah enggak boleh nonton TV, enggak boleh dengar apa-apa. Sekarang ini yang nanganin itu istrinya (Rakhma)," kata Maman.
Suara diduga Teddy itu lalu mengatakan akan menghubungi istri Dody, Rakhma yang disebut menangani perkara ini.
"Bapak percayakan saya, saya juga tidak akan menekan dody. Bapak yang sabar ya, pak. Nanti saya hubungi Ama (Rakhma) pak. Saya anaknya pak Sugiri juga pak, kawan bapak. Sugiri almarhum, 73," kata suara diduga Teddy lagi.
Maman kembali menegaskan dirinya memiliki penyakit jantung. Lalu, suara diduga Teddy itu mengatakan Dody dipengaruhi Arif, bukan dirinya. Menanggapi pernyataan itu, Maman kembali menyebut Rakhma yang menangani perkara ini.
Rekaman telepon pun selesai. Adriel mengatakan rekaman tersebut asli dari ponsel dan tidak diperbanyak. Selanjutnya, Adriel menjelaskan rekaman telepon Rakhma dan sosok diduga Teddy.
Sosok diduga Teddy awalnya bertanya kepada Rakhma apakah tulisan yang dia sampaikan telah dibaca oleh Dody. Rakhma menjelaskan dirinya telah menyerahkan tulisan itu kepada Dody melalui selipan buku.
Rakhma mengatakan Dody kala itu belum membaca tulisan itu karena saat bertemu masih ada pihak pengacara yang juga ikut berkunjung. Namun, Rakhma berpesan kepada Dody untuk membaca pesan yang diselipkan di dalam buku.
"Maksud saya gini neng, biar paham. Kenapa kita harus, ini kan settinggan, ini saya dapat informasi dari kepala BIN, memang ini udah diincar lama, dibuntuti, padahal tujuan kita kan enggak gitu. Tujuan saya itu supaya Dody bisa nangkep si Anita, lalu saya bisa usulkan ke Bukittinggi lagi kan gitu. Nah nanti, rencananya kita buang badan ke Arif aja semua, biar Dody juga aman. Saya sendiri juga sudah mau dipecat juga gak apa apa neng, nanti Dody bisa saya carikan pekerjaan lah bisa sama saya juga bisa," ujar sosok diduga Teddy.
Berlanjut ke halaman berikutnya...
Sosok diduga Teddy itu mengatakan apabila kuasa hukum Dody sama dengan Anita, hal itu akan memberatkan Dody. Sedangkan, jika Dody bersama dengan kubu sosok diduga Teddy, justru dapat saling meringankan. Hal itu karena akan 'buang badan' ke Arif.
Rakhma lalu bertanya apa yang dimaksud dari 'buang badan'. Sosok diduga Teddy itu menjelaskan yang dimaksud buang badan adalah mengatakan narkoba yang berada di Dody sebagai milik Arif.
Posisi Dody dan sosok diduga Teddy yang beda tim kuasa hukum disebut menyulitkan proses komunikasi dan berpotensi saling menyerang.
Sosok diduga Teddy kemudian bertanya apakah Dody bersedia gabung dengan kubunya. Rakhma mengatakan ingin memastikan hal itu lagi kepada Dody. Sebab, terakhir kali komunikasi, Dody tidak mau satu kubu dengan Teddy karena takut menjadi sorotan.
Lalu, sosok diduga Teddy itu menjelaskan walau satu kubu, bendera tim kuasa hukum dapat diatur sehingga terlihat beda.
"Kalau dia jadi satu sama Anita, nanti antara Dody sama saya akhirnya jadi saling menyalahkan. Kalau saya bisa cara untuk menghindar, kalau Dody menghindarnya gimana? Paham ya neng ya. Jadi desak aja Dody-nya agar satu lawyer tapi nanti benderanya kita pisah, jadi orang tahunya beda. Paham ya?" jelas sosok diduga Teddy itu.
Rakhma menjelaskan dirinya tidak dapat berkunjung ke tahanan dan mesti menunggu pihak kuasa hukum terlebih dahulu.
"Pokoknya sampaikan saja, kata bapak harus pisah dari Anita. Harus jadi satu sama bapak, tapi benderanya beda sama bapak, sudah di atur, semua biaya dari bapak. Kalau dia ikut satu badan sama Anita, wah gak ada ringan-ringannya, berat semua. Harus jadi satu sama saya, kalau dia bilang nanti jadi sorotan, enggak ada sorotan nanti, kita atur benderanya beda," kata sosok diduga Teddy.
"Nanti paksain mas (Dody) harus tanda tangan nyabut yang itu (kuasa hukum yang sama dengan Anita), kita ganti yang ini (gabujg dengan kubu sosok diduga Teddy)," tambah dia.
Rakhma menyebut akan menyampaikan pesan dari sosok diduga itu kepada Dody.
"Harus mau neng, ya. Biaya semua dari saya. Kalau nanti pengacara yang lama minta ganti rugi, ya nanti Ama minta ibu. Sampaikan betul," sebut sosok diduga Teddy.
"Prinsipnya bapak bilang jangan saling menjatuhkan, kita saling mendukung merapatkan barisan gitu aja. Caranya ya jadi satu lawyer ini, lawyer yang penyidik harus dicabut. Kalau dia bilang takut jadi sorotan, nanti kita split. Jadi pakai benderanya beda walau satu kubu," sambung dia.
Sebelum percakapan berakhir, sosok diduga Teddy itu berpesan agar Rakhma mengangkat telepon dari nomor tidak dikenal karena itu adalah telepon darinya.
Setelah itu, Hakim Jon kemudian meminta para saksi, penuntut umum, dan penasihat hukum untuk kembali duduk. Hakim Jon menilai keterangan yang disampaikan saksi di persidangan sama dengan bukti yang ditunjukkan.
"Artinya sama yang diterangkan tadi sama yang dibunyikan ini kan. Kan begitu. Silahkan duduk," ujar Hakim Jon.
Persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan itu pun dilanjutkan.
Dody termasuk salah satu pihak yang ikut terlibat dalam perkara narkoba yang juga mendakwa Teddy Minahasa.
Adapun Teddy didakwa memperjualbelikan barang bukti sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak 5 kilogram (kg). Tindak pidana itu turut melibatkan AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto P. Situmorang, Linda Pujiastuti, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif.
Kasus ini bermula ketika Polres Bukittinggi mengungkap peredaran narkoba dan menyita barang bukti jenis sabu seberat 41,387 kg pada 14 Mei 2022.
Dody yang saat itu menjabat sebagai Kapolres Bukittinggi melaporkan kasus tersebut kepada Teddy Minahasa yang ketika itu menjabat sebagai Kapolda Sumatra Barat.
Teddy memerintahkan Dody untuk dibulatkan menjadi seberat 41,4 kg. Selain itu, Teddy juga meminta agar Dody menukar sabu barang bukti itu sebanyak 10 kg.